Dunia

Israel Genjot Pembangunan Permukiman Jelang Trump Lengser

Ilustrasi permukiman Yahudi Israel di Tepi Barat.

GILANGNEWS.COM - Israel sedang mempercepat rencana pembangunan 780 permukiman ilegal di Tepi Barat sejak Minggu (17/1) pekan lalu, menjelang berakhirnya masa kepemimpinan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump.

Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, pekan lalu meminta pihak berwenang untuk menyetujui pembangunan unit perumahan di kawasan Tepi Barat yang diduduki.

Sebuah kelompok masyarakat sipil Israel yang menentang pendudukan, Peace Now, mengatakan badan perencanaan Israel menyetujui rencana untuk membangun 780 unit rumah di kawasan permukiman ilegal.

"Tidak hanya aktivitas permukiman ini yang akan mengikis kemungkinan untuk penyelesaian konflik dengan Palestina dalam jangka panjang, tapi dalam jangka pendek itu tidak perlu menempatkan Israel pada jalur yang bertabrakan dengan pemerintahan Biden yang akan datang," kata Peace Now.

Seorang juru bicara Uni Eropa (UE) mengatakan langkah Israel menyetujui pembangunan 780 permukiman ilegal itu bertentangan dengan hukum internasional dan semakin merusak prospek perdamaian solusi dua negara dengan Palestina.

"(Israel harus) membalikkan keputusan tentang permukiman ini dan menunjukkan kepemimpinan untuk membangun kembali kepercayaan dan kepercayaan diri antara pihak-pihak tersebut, yang diperlukan untuk dimulainya kembali perundingan Israel-Palestina yang berarti," bunyi pernyataan UE.

Israel telah menduduki Tepi Barat sejak Perang Enam Hari pada 1967. Setelah bertahun-tahun melakukan perluasan permukiman, saat ini ada sekitar 450 ribu warga Yahudi yang tinggal di Tepi Barat, di antara sekitar 2,8 juta warga Palestina.

Sebagian besar pemerintah di seluruh dunia melihat permukiman ilegal Israel sebagai hambatan bagi solusi dua negara untuk mendamaikan konflik Israel-Palestina.

Semua unit permukiman Yahudi di Tepi Barat juga dianggap ilegal oleh sejumlah negara di dunia. Namun, Trump pada 2019 menyatakan bahwa AS tidak lagi menganggap pemukiman tersebut melanggar hukum internasional.

Pernyataan ini sekaligus melanggar kebijakan AS selama puluhan tahun terkait permukiman Israel di Tepi Barat.

Presiden terpilih AS, Joe Biden, mengindikasikan bahwa pemerintahannya akan kembali memulihkan kebijakan menentang perluasan wilayah permukiman ilegal Israel.

Di luar perubahan kebijakan AS, para ahli menuturkan Netanyahu juga memiliki alasan politik dalam negeri untuk mendorong perluasan pemukiman tersebut.

Persaingan politik untuk pemilu Israel semakin ketat menjelang pemungutan suara pada 23 Maret mendatang, di mana Netanyahu diperkirakan akan menghadapi perlawanan sengit dari Gideon Saar, yang dahulu adalah pendukung setia Netanyahu dan anggota mantan Partai Likud.

Saar hengkang dari Partai Likud akhir tahun lalu untuk menantang Netanyahu.

"Perdana Menteri Netanyahu sekali lagi menempatkan kepentingan politik pribadinya di atas kepentingan negara," demikian isi pernyataan Peace Now.


Tulis Komentar