Hal ini disampaikan Mahn Win Khaing Than, pimpinan sementara Myanmar yang ditunjuk oleh anggota parlemen setelah aksi penggulingan kudeta militer 1 Februari lalu.
Ia berbicara kepada publik untuk pertama kali, Sabtu (13/3) dari lokasi persembunyiannya. Saat ini, Than sedang dalam pelarian bersama dengan sebagian besar pejabat senior dari Partai Liga Nasional untuk Demokrasi yang seharusnya berkuasa.
"Ini adalah saat paling gelap bangsa dan saat fajar sudah dekat," kata Than kepada publik melalui Facebook.
Sementara itu, pada hari yang sama, saksi mata dan media domestik Myanmar Now dan BBC Burma mengatakan sedikitnya 12 pengunjuk rasa tewas.
Ini adalah salah satu hari paling berdarah sejak kudeta tentara Myanmar yang merebut kekuasaan dan menahan sebagian besar kepemimpinan sipil termasuk Aung San Suu Kyi.
Dalam siaran berita malamnya, media yang dikelola junta, MRTV, menyebut para pengunjuk rasa sebagai "penjahat" tetapi tidak menjelaskan lebih lanjut.
Pihak junta tidak dapat dihubungi untuk dimintai komentar pada hari Sabtu.
Mahn Win Khaing Than ditunjuk pekan lalu sebagai penjabat wakil presiden. Penunjukkan dilakukan oleh perwakilan anggota parlemen Myanmar yang digulingkan, Komite untuk Mewakili Pyidaungsu Hluttaw (CRPH).
Mereka telah mengumumkan niatnya untuk menciptakan demokrasi federal dan para pemimpin telah bertemu dengan perwakilan dari organisasi etnis bersenjata terbesar di Myanmar, yang telah menguasai sebagian besar wilayah di seluruh negeri. Beberapa telah menjanjikan dukungan mereka.
"Untuk membentuk demokrasi federal, yang benar-benar diinginkan oleh semua etnis bersaudara, yang telah menderita berbagai jenis penindasan dari kediktatoran selama beberapa dekade, revolusi ini adalah kesempatan bagi kita untuk menyatukan upaya kita," kata Mahn Win Khaing Than.
Pidatonya disambut dengan ribuan komentar menyetujui dari banyak yang mengikutinya di Facebook. "Teruskan Pak Presiden! Anda adalah harapan kami. Kami semua bersama Anda," tulis salah satu pengguna, Ko Shan.
Junta sebelumnya telah menyatakan CRPH ilegal. Mereka pun mengatakan siapa pun yang terlibat dapat didakwa dengan makar, yang membawa hukuman mati.
Sebaliknya, CRPH telah menyatakan junta sebagai "organisasi teroris".
Warga Myanmar sendiri telah melakukan perlawanan atas kudeta itu. Aksi penolakan sipil yang dimulai dengan pegawai pemerintah seperti dokter dan guru kini telah berkembang menjadi pemogokan umum.
Tulis Komentar