Riau

Saksi Sebut Pemotongan 10 Persen Disampaikan Yan Prana, Hadir Langsung di Ruang Sidang

Sekdaprov Riau nonaktif, Yan Prana Jaya Indra Rasyid, hadir langsung di ruang sidang Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negari Pekanbaru sebagai terdakwa dugaan korupsi.

GILANGNEWS.COM - Sekretaris Daerah Provinsi (Sekdaprov) Riau nonaktif, Yan Prana Jaya Indra Rasyid, hadir langsung di ruang sidang Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negari Pekanbaru sebagai terdakwa dugaan korupsi anggaran rutin di Badan Pendapatan dan Belanja Daerah (Bappeda) Kabupaten Siak tahun 2013-2017, Senin (12/4/2021).

Pada persidangan pekan lalu, Yan Prana meminta kepada majelis hakim yang dipimpin Lilin Herlina untuk bisa hadir langsung di ruang sidang dengan alasan agar bisa menjalani persidangan dengan jelas. Biasanya sidang digelar secara online dengan keberadaan Yan Prana di Rutan Klas I Pekanbaru karena pandemi Covid-19.

Terlihat, Yan Prana yang mengenakan kemeja warna biru serius mengikuti jalannya sidang. Dia didampingi oleh tim penasehat hukum yang diketahui Denni B Latif.

Di persidangan pembuktian, Jaksa Penuntut Umum (JPU), Himawan Syahputra dan Junaidi, mendatangkan sejumlah saksi. Di antaranya Anto Fitriadi selaku Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) perjalanan dinas di Bappeda Siak ketika Yan Prana menjabat sebagai Kepala Bappeda Siak.

Anton dalam keterangannya menyebutkan ketika itu Yan Prana menjabat sebagai Kepala Bappeda Siak sekaligus Pengguna Anggaran. Dia menyebutkan ada pemotongan 10 persen dari setiap anggaran perjalanan.

"Siapa yang memegang potongan itu?" tanya JPU.

Anton mengaku tidak mengetahui siapa yang memegang anggaran tersebut.

"Kami hanya terima dari bendahara sudah dipotong. Semua perjalanan dinas dipotong 10 persen," kata Anton.

Dia menjelaskan, bendahara saat itu dijabat oleh Dinna Fitria. Pemotongan 10 persen mulai dilakukan sejak 2014 setelah disampaikan Yan Prana merupakan hasil kesepakatan bersama.

"Pemotongan itu hasil dari kesepakatannya. Disampaikan pada saat rapat. Tapi tidak ada melakukan tandatangan perjanjian atas pemotongan 10 persen itu," jelas Anton.

Menurut Yan Prana, kata saksi, pemotongan itu digunakan untuk operasional kantor di Bappeda Siak. Namun, Anton tidak bisa menyebut secara rinci, untuk operasional apa saja dana itu. "Operasional yang mana, saya tidak tahu," ucap Anton.

Anton menerangkan, Yan Prana menjabat sebagai Kepala Bappeda Siak sejak 2012 hingga 2017. Setelah terdakwa tidak lagi menjabat Kepala Bappeda Siak, pemotongan 10 persen itu sudah tidak ada lagi.

Atas keterangan saksi yang menyebutkan pemotongan anggaran disampaikan dalam rapat, Yan Prana membantah. Dia mengaku hanya mengusulkan soal dana operasional.

"Dalam rapat tahun 2014, tidak ada langsung mengatakan pemotongan, tetapi usulan. Saya tanya bagaimana dengan operasional. Akhirnya disepakati pemotongan 10 persen," tegas Yan Prana.

Yan Prana ditahan di Rutan Klas I Pekanbaru sejak 22 Desember 2020. Dia diduga melakukan korupsi anggaran rutin di Bappeda Siak tahun 2013-2017 dengan kerugian negara Rp2,8 miliar.

Dugaan korupsi dilakukan Yan Prana Jaya selaku Bappeda Kabupaten Siak bersama-sama Donna Fitria (perkaranya diajukan dalam berkas perkara terpisah), bersama-sama pula dengan Ade Kusendang dan Erita.

Perbuatan dilakukan berlanjut secara melawan hukum. Ada tiga dana kegiatan yang diduga dikelola secara melawan hukum di masa Yan Prana menjabat Kepala Bappeda Kabupaten Siak.

Kegiatan itu adalah menggunakan anggaran perjalanan dinas pada Bappeda Kabupaten Siak Tahun Anggaran (TA) 2013 - TA 2017, mengelola anggaran atas kegiatan pegadaan alat tulis kantor (ATK) pada Bappeda Kabupaten Siak TA 2015 sampai dengan TA 2017 dan melakukan pengelolaan anggaran makan minum pada Bappeda Kabupaten Siak TA 2013 - 2017.

"Terdakwa melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi. Memperkaya terdakwa sebesar Rp.2.896.349.844,37 sebagai mana laporan hasil audit Inspektorat Kota Pekanbaru," ujar JPU.


Tulis Komentar