Ekonomi

Masyarakat Cairkan Deposito di Bank, Beralih ke Surat Utang

BI mengungkap masyarakat kelas menengah atas banyak yang mencairkan deposito mereka di bank dan beralih ke investasi surat utang dan saham. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono).

GILANGNEWS.COM - Bank Indonesia (BI) mengungkap masyarakat kelas menengah atas banyak yang mencairkan deposito mereka di perbankan. Sebagai gantinya, mereka mengalihkan aset dengan berinvestasi di surat utang, termasuk saham di era pandemi covid-19.

Fakta ini disampaikan Asisten Gubernur sekaligus Kepala Departemen Kebijakan Makroprudensial BI Juda Agung ketika berbincang dengan media secara virtual, Jumat (2/7).

 
 

Menurut Juda, hal ini terjadi karena masyarakat kelas menengah atas ingin imbal hasil (return) investasi yang lebih tinggi untuk menambah pundi-pundi keuangan mereka.

"Mereka ingin adjust (menyesuaikan) ke instrumen yang return-nya lebih tinggi. Harapannya, kalau dapat yield tinggi, ketika ekonomi sudah membaik, mereka bisa punya kekayaan yang lebih tinggi dan konsumsi bisa meningkat," ungkap Juda.

Bank sentral nasional mencatat return maksimal Surat Berharga Negara (SBN) sebesar 8,53 persen pada 2020-2021. Sementara rata-rata yield kini berada di kisaran 6,35 persen pada 2021.

Sedangkan, return maksimal saham mencapai 66,6 persen pada 2020-2021. Sementara rata-rata return saham kini sekitar 24,6 persen pada Januari-Juni 2021.

Imbal hasil yang dijanjikan kedua instrumen jauh lebih tinggi daripada deposito bank. Tercatat, return maksimal deposito cuma 6,77 persen pada 2020-2021 dan rata-rata bunga deposito kini 5,23 persen pada 2021.

"Bahkan, dengan covid-19 sekarang ini, suku bunga deposito bank ada yang cuma 3 persen," imbuhnya.

Kendati begitu, Juda belum bisa memastikan berapa banyak masyarakat menengah atas yang sudah hengkang dari kepemilikan deposito dan pindah ke surat utang dan saham. Namun di sisi lain, jumlah nomor identitas investor (SID) di pasar modal terus meningkat.

Pada 2019, jumlahnya ada 2,48 juta, lalu naik menjadi 3,88 juta pada 2020 dan meningkat lagi jadi 5,32 juta pada Mei 2021.

Juda melihat fenomena ini sejatinya bisa saja berlanjut di masa depan, namun akan turut dipengaruhi oleh beberapa faktor. Pertama, tingkat mobilitas masyarakat di era pandemi covid-19.

Bila mobilitas bisa meningkat, maka bukan tidak mungkin instrumen investasi akan dicairkan untuk konsumsi dan sebaliknya. Kedua, tingkat suku bunga deposito, bila masih terus rendah bahkan turun drastis, maka masyarakat akan lebih memilih penempatan dana di instrumen lain.

Lebih lanjut, Juda menuturkan masyarakat kelas menengah atas tak hanya menggeser investasi mereka dari deposito ke surat utang dan saham, tapi juga mencairkan deposito mereka untuk masuk ke tabungan bank yang bisa ditarik kapan saja.

Ia menduga hal ini dilakukan untuk memudahkan penggunaan dana."Jadi mereka geser portofoliio keuangan mereka dari deposito ke aset yang higher return dan digeser ke tabungan, jadi lebih fleksibel untuk konsumsi atau investasi," jelasnya.

Hal ini, ia menambahkan membuat pertumbuhan deposito perorangan turun, sementara pertumbuhan tabungan perorangan naik. Namun, tidak ada rincian angka pertumbuhan lebih detail.

Tapi, kondisi ini setidaknya terjadi pada kepemilikan deposito dan tabungan di kelompok nilai di atas Rp100 juta sampai Rp2 miliar dan yang di atas Rp2 miliar.


Tulis Komentar