Nasional

Pelonggaran Aktivitas di RI Berpotensi Timbulkan Varian Baru Covid-19

Mobilitas Warga Jakarta Saat Akhir Pekan.

GILANGNEWS.COM - Pemerintah mengeluarkan kebijakan syarat perjalanan terbaru di tengah pandemi Covid-19. Di antaranya, tidak lagi menerapkan kewajiban tes PCR maupun antigen bagi perjalanan domestik, serta masa karantina pelaku perjalanan luar negeri hanya satu hari.

Epidemiolog dari Centre for Environmental and Population Health Griffith University Australia, Dicky Budiman mengkritisi kebijakan tersebut. Menurutnya, pemerintah terlalu terburu-buru melonggarkan aktivitas masyarakat.

"Ini kan membuat potensi adanya varian baru menjadi besar," katanya saat dihubungi, Selasa (8/3).

Dicky mengatakan, posisi Indonesia saat ini masih rawan terhadap penularan Covid-19. Hal ini terlihat dari data vaksinasi Covid-19 primer lengkap baru 71,23 persen dan booster hanya 6,10 persen dari target 208.265.720.

Belum lagi, angka kasus kematian akibat Covid-19 harian masih tinggi. Data Senin (7/3) kemarin, kematian harian tercatat bertambah 258 orang.

"Masih terlalu rawan menurut saya, belum solid," ujarnya.

Dokter lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran Bandung ini berpendapat, kebijakan pemerintah melonggarkan aktivitas bisa memperpanjang masa pandemi Covid-19. Sebab, varian baru yang muncul akibat pelonggaran aktivitas bisa berpotensi menurunkan efikasi vaksin dan menghambat penanganan pandemi Covid-19.

"Tidak ada jaminan bahwa varian berikutnya lebih lemah, tidak ada. Virus ini tidak melemah, bahkan dia kalau dibiarkan bersirkulasi lebih pintar, nanti menghilangkan efektivitas vaksin yang ada, kan rugi kita. Makin panjang lagi nanti masa pandeminya," jelasnya.

Dicky menyebut, sebetulnya ada tiga indikator untuk melonggarkan aktivitas masyarakat. Pertama, cakupan vaksinasi primer lengkap mencapai 90 persen serta booster minimal 50 persen.

Kedua, angka reproduksi efektif atau Rt Covid-19 di bawah 1, positivity rate kurang dari 1 persen, dan keterisian tempat tidur rumah sakit rujukan Covid-19 di bawah 10 persen. Selain itu, angka kematian Covid-19 di bawah 1 persen per 1.000.000 atau 100.000 penduduk.

"Ketiga kesiapan dari sisi individu, masyarakat, maupun lingkungan. Bagaimana? Kalau masyarakat dan individu, yang namanya personal memakai masker, menjaga jarak, mencuci tangan. Kalau demam, batuk, tidak pergi kerja, tidak pergi-pergi, ini harus terbangun, ini harus ada literasi," terangnya.

Sebelum melonggarkan aktivitas masyarakat, kesadaran pengelola perkantoran juga harus terbangun. Misalnya, pekantoran memiliki fasilitas cuci tangan dan memastikan terjadi pertukaran udara yang baik dalam gedung.

Di saat bersamaan, pemerintah harus memperkuat surveilans bagi masyarakat. Meskipun kebijakan penghapusan tes PCR maupun antigen bagi perjalanan domestik diterapkan, surveilans harus tetap dijalankan untuk melihat situasi penularan Covid-19.

"Prinsipnya harus ada penguatan di aspek lain ketika bepergian tidak pakai tes harus ada penguatan surveilans," tutupnya.


Tulis Komentar