Nasional

Layangan Putus Versi Polda Metro, Kompolnas Ingatkan Sumpah ke Tuhan

Komisioner Kompolnas, Poengky Indarti.

GILANGNEWS.COM - Isty Febriyani menulis kisah 'layangan putus versi Polda Metro' tentang perselingkuhan suaminya, Briptu A, dengan polwan Bripda RPH. Komisi Kepolisian Nasional atau Kompolnas prihatin dengan adanya kasus perselingkuhan anggota Polri.

"Kami turut prihatin adanya kasus perselingkuhan dengan pelaku anggota Polri," kata Komisioner Kompolnas Poengky Indarti kepada wartawan, Selasa (24/5/2022).

Kompolnas belum mengetahui secara dalam kasus ini, namun Kompolas sudah membaca keterangan Kabid Humas Polda Metro Jaya bahwa Briptu A telah diberhentikan tidak dengan hormat (PTDH). Kompolnas menyinggung sumpah anggota Polri untuk menjaga rumah tangga.

"Jika Saudari Isty masih menduga Briptu A belum dipecat, Kabid Humas mempersilakan untuk mengecek di Polda Metro Jaya. Kami menyarankan kepada Saudari Isty untuk segera mengeceknya," ujar Poengky.

"Sebagai seorang anggota Polri yang telah berkeluarga, Briptu A seharusnya menjaga sumpahnya kepada Tuhan untuk menjaga perkawinan dengan sebaik-baiknya," tegasnya.

Poengky memahami perasaan Isty Febriyani yang diselingkuhi Briptu A. Kompolnas, kata Poengky, mendukung pemecatan anggota Polri yang selingkuh.

"Tindakannya selingkuh sudah pasti menyakiti hati keluarga. Kami mendukung hukuman PTDH bagi anggota Polri yang terbukti selingkuh," imbuhnya.

Polda Metro Jaya sebelumnya menegaskan dua polisi di kasus 'layangan putus' atau perselingkuhan telah diputus secara sidang etik. Putusan sidang itu ditetapkan sejak 2021.

"Putusan komisi sidang kode etik terhadap Briptu A ini sudah ada. Kemudian putusan sidang terhadap Bripda Rika Putri Handayani ini sudah ada di mana dalam putusan sidang ini sudah diproses di kita tahun 2021 putusan sidangnya," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes E Zulpan di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Selasa (24/5).

Dua polisi itu diproses sejak 2019 sesuai dengan laporan yang dilayangkan oleh sang istri Isty Febriyani. Zulpan mengatakan kasus itu segera diproses hingga dinyatakan memiliki putusan yang inkrah pada 2021.

"Karena dia kan berproses ya sejak terjadi pemeriksaan dan putusan sidang itu tahun 2021 yang inkrah. Artinya, memiliki kekuatan hukum yang tetap, baik dari segi etik dan profesi kepolisian," jelas Zulpan.

Briptu A dijatuhi hukum pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH), sementara Bripda RPH dikenai hukum demosi. Zulpan pun menjelaskan alasan perbedaan hukuman kedua polisi tersebut.

"Perbedaan putusan ini adalah kan kalau sidang disiplin dan sidang kode etik itu ada majelis sidangnya. Sampai ketuk palu di situ dan saya tidak terlibat di situ itu putusan sidang. Putusan sidang tentunya memiliki kekuatan hukum," ucap Zulpan.


Tulis Komentar