Nasional

Sel-sel JAD yang tertidur 'mulai bangkit' waspada aksi serupa bom Surabaya

Sejumlah sepeda motor terbakar sesaat setelah terjadi ledakan di Gereja Pantekosta Pusat Surabaya (GPPS), Surabaya, Jawa Timur, Minggu (13/5).

GILANGNEWS.COM - Aksi teror bom beruntun di tiga gereja di Surabaya, Jawa Timur merupakan eskalasi aksi teror setelah insiden Mako Brimob awal pekan ini dan ada kekhawatiran bukan tidak mungkin jika aksi teror serupa masih akan terjadi lagi di beberapa tempat.

Pengamat Terorisme dari Universitas Indonesia, Al Chaidar, menyebut serangan bom pada Minggu (13/05) pagi terkait erat dengan insiden yang melibatkan tahanan kasus terorisme di Rumah Tahanan Markas Komando Brimob, Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat, yang terjadi awal pekan ini.

Al Chaidar menuturkan setelah insiden Mako Brimob yang melibatkan 155 napi teroris, mereka membuat seruan jihad kepada seluruh anggota jaringan Jamaah Anshorut Daulah (JAD) melalui sosial media dan jaringan komunikasi interpersonal.

Anggota kelompok yang disebut Departemen Luar Negeri sebagai organisasi teroris ini diperintahkan untuk melakukan serangan di mana pun mereka berada dengan kemampuan apa pun yang ada. Imbasnya, anggota di berbagai daerah sontak merespon seruan jihad itu.

"Saya yakin sekali akan terjadi aksi-aksi serupa karena serangan yang disebarkan oleh para napi teroris di Mako Brimob itu sampai sekarang belum dicabut dan sampai hari ini belum ada pernyataan dari Aman Abdurrahman sebagai imam dari kelompok JAD untuk menghentikan serangan-serangan tersebut," ujar Al Chaidar kepada BBC Indonesia.

Badan Intelijen Nasional (BIN) pun meyakini bahwa kelompok JAD berada di balik aksi teror di beberapa gereja di Surabaya, seperti dijelaskan Direktur Komunikasi BIN, Wawan Purwanto.

"Target utamanya tetap otoritas keamanan. Tapi kita bisa sebut bahwa (serangan gereja) ini adalah target alternatif ketika target utamanya tak berhasil," ujar Wawan seperti dikutip dari Reuters.

Seperti diberitakan, sedikitnya 13 orang meninggal dan 40 lainnya dilarikan ke rumah sakit terdekat karena mengalami luka-luka lantaran rentetan pengeboman di tiga gereja di Surabaya.

Menurut polisi, bom pertama meledak sekitar pukul 07.30 WIB di Gereja Katolik Santa Maria Tak Bercela di Jalan Ngagel Madya Utara, Surabaya, dan selang sekitar lima menit kemudian bom kedua meledak di gereja Pantekosta di jalan Arjuno.

Petugas keamanan gereja, Erens A Ratupa menuturkan ledakan terjadi ketika jemaah masih melakukan doa misa.

"Itu spontan sekali, cepat sekali. Dia masuk pas melempar bom terus akhirnya terjadilah ledakan. Itu masih doa misa mau selesai, mungkin antara 5-10 menit pas mau keluar tapi belum sempat. Sudah berdiri langsung meledak," ungkap Erens.

Tidak lama kemudian, bom meledak di gereja GKI di jalan Diponegoro.

Peristiwa keempat setelah insiden Mako Brimob

Serangan bom berantai di Surabaya merupakan peristiwa terkait teror keempat setelah terjadinya pemberontakan atau kerusuhan di Mako Brimob oleh 155 napi terorisme, Selasa (08/05) lalu yang menewaskan lima polisi.

Dua hari setelah berakhirnya pemberontakan para napi itu, terjadi penikaman terhadap anggota satuan intel Brimob, Bripka Marhum Frence, 41 tahun, oleh Tendi Sumarno, 23 tahun. Bripka Marhum Frence tewas di rumah sakit, sementara Tendi Sumarno tewas ditembak anggota Brimob lain.

Keesokan harinya, juga di sekitar Mako Brimob, ditangkap dua perempuan belia Dita Siska Millenia, 18 tahun, dan Siska Nur Azizah, 21 tahun, yang dicurigai hendak melakukan aksi penusukan terhadap petugas.

Lalu pada Minggu (13/05) dini hari, empat orang terduga teroris tewas di Cianjur tewas ditembak, yang menurut polisi dikarenakan mereka melawan ketika hendak ditangkap.

Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Setyo Wasisto mengungkapkan keempat terduga teroris itu merupakang anggota JAD Jabodatebak yang dua pentolannya kini sudah menjadi napi teroris.

"Mereka merencanakan penyerangan pos polisi, kantor polisi, di wilauyah Jakarta, Bandung, dan Mako brimob kepala dua dengan cara hit and run, menggunakan senjata api yang mereka punya, kemudian panah dan busur yang diujungnya dibuat bom," ujar Setyo dalam konferensi pers.

Selain itu, dua terduga teroris di Sukabumi, Jawa Barat dan Cikarang, Bekasi turut pula diamankan pada Minggu pagi.

"Mereka adalah boleh disebut sebagai sel-sel tidur yang bangkit menjelang ramadhan dan menjelang lebaran," ujar Setyo.

Dan beberapa jam setelah itu, terjadi serangan di tiga gereja Surabaya.

Diakui Al Chaidar, seruan jihad paling banyak direspon oleh anggota kelompok yang berada di Jawa Timur dan Jawa Barat, walau anggota lain di Bogor, Banten, Madura dan Jawa Tengah pun merespon seruan jihad itu.

"Angka yang sangat tinggi ini membuat para peneliti yakin akan ada serangan di kota Surabaya, jadi ini sangat berkaitan dengan insiden yang terjadi di Mako Brimob, Depok," jelas Al Chaidar.

Dia menilai aksi teror di Surabaya dinilai sangat terorganisasi, mengingat pengeboman terjadi hampir serentak di tiga gereja yang sedang melakukan misa pagi, yang sudah pasti banyak orang terakumulasi untuk menjalankan ibadah.

Menurut Al Chaidar, kelompok tersebut membuat strategi untuk memecah konsentrasi polisi, yakni dengan mengalihkan serangan tersebut dari Depok ke berbagai tempat mereka berada.

"Dan yang tadinya targetnya hanya target utama, yaitu polisi, mereka juga melakukan target-target kedua seperti rumah ibadah non-muslim dan target ketiga adalah tempat keramaian," jelas Al Chaidar.

"Jadi saya kira tempat keramaian harus dihindari oleh publik untuk saat ini dan sampai mungkin harus lebaran, karena tempat-tempat keramaian masih menjadi target yang juga sangat empuk bagi mereka," imbuhnya.

Anak kecil dilibatkan langsung?

Wakapolrestabes Surabaya, Ajun Komisaris Besar Benny Pramono, menyatakan, pelaku bom bunuh diri di salah-satu gereja, yakni Gereja Kristen Indonesia (GKI) di Jalan Diponegoro, Surabaya, diduga seorang ibu yang membawa dua anaknya.

"Ibu dan dua anaknya yang berupaya masuk ruang kebaktian ini sempat dihalau oleh seorang sekuriti di pintu masuk GKI jalan Diponegoro, Surabaya, sebelum kemudian (ketiganya) meledakkan diri di halaman gereja," katanya.

Ibu dan dua anak tersebut berupaya masuk ke ruang kebaktian, sempat dihalau oleh seorang satpam di pintu masuk GKI Jalan Diponegoro Surabaya, sebelum kemudian mereka meledakkan diri di halaman gereja.

"Sekuriti yang menghalaunya adalah salah satu korban yang terluka parah," ucap Benny kepada wartawan.

Menurut Benny, perempuan dewasa dan dua anak tersebut tewas seketika di lokasi kejadian.

Pengamat teroris Sydney Jones mengatakan ini bukan kali pertama serangan teror pengeboman dilakukan oleh perempuan.

Meski tidak berhasil melakukan serangan bom bunuh diri dengan bom panji di Istana Negara pada 2016 lalu, Dian Yulia Novi menjadi perempuan pertama yang mengambil peran sebagai pelaku langsung untuk suatu serangan bom bunuh diri.

Kendati begitu, yang membedakan dari serangan itu ialah diikutsertakannya anak kecil dalam serangan tersebut.

"Ini pertama kali ada anak kecil," ujarnya.

Hal ini diamini oleh Al Chaidar. Jika sebelumnya anak-anak dibawah umur tidak dilibatkan langsung dalam aksi jihad, kini mereka dilibatkan langsung untuk 'mengecoh' pihak keamanan.

"Baru sekarang ini anak-anak dibawa langsung untuk dilibatkkan dalam perang, dalam serangan untuk mengecoh atau pun mengalihkan perhatian dari orang-orang," tutur Al Chaidar.

"Padahal dengan adanya perempuan dan anak-anak itulah mereka punya kesempatan untuk memasukkan diri mereka ke dalam sebuah tempat yang menjadi target untuk diledakkan, " imbuhnya.

Pelaku satu keluarga

Sore harinya, Kapolri Jenderal Tito Karnavian menyebut bahwa berdasar investigasi kepolisian, pelaku pengeboman di Surabaya merupakan satu keluarga yang terdiri dari ayah, ibu dan empat anaknya.

Dita bersama istrinya Puji Kuswanti dan dua anaknya, berangkat menggunakan Toyota Avanza yang telah dipasang bom.

Dia kemudian menurunkan istri dan kedua anak perempuannya yang berusia 12 tahun dan 9 tahun di GKI Diponegoro lalu membawa mobil yang diduga berisi bom menuju Gereja Pantekosta.

Sementara itu, dua anak laki-laki mereka berangkat sendiri menggunakan motor ke gereja Santa Maria.

"Semua adalah serangan bom bunuh diri,"

Tito menuturkan D adalah ketua JAD Jawa Timur dan pernah bertempur di Suriah. JAD merupakan pendukung utama ISIS di Indonesia.

Lebih lanjut, Tito menuturkan pihaknya akan menggandeng Tentara Nasional Indonesia (TNI) untuk menangkap sel-sel teroris JAD.


Tulis Komentar