Hukrim

Idrus Marham dan Sofyan Basir di Pusaran 'Sengat' PLTU Riau-1

Direktur PT PLN Sofyan Basir saat selesai diperiksa KPK sebagai saksi dalam kasus dugaan suap proyek PLTU Riau-I, akhir pekan lalu.

GILANGNEWS.COM - Menteri Sosial Idrus Marham dan Direktur Utama Perusahaan Listrik Negara (PLN) Sofyan Basir menjadi saksi yang paling awal diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam penyidikan dugaan suap terkait kesepakatan kontrak kerja sama pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Riau-I.

Dalam kasus dugaan suap PLTU Riau-I itu, lembaga antirasuah telah menetapkan Wakil Ketua Komisi VII DPR fraksi Partai Golkar, Eni Maulani Saragih dan pemegang saham Blackgold Natural Recourses Limited, Johannes B Kotjo sebagai tersangka.

Idrus diperiksa pada Kamis pekan lalu, sebagai saksi untuk Eni Saragih dan Johannes Kotjo. Sehari berikutnya giliran Sofyan yang diperiksa sebagai saksi. Bos perusahaan listrik milik negara itu dikorek keterangannya untuk Kotjo.

KPK mendalami peran keterlibatan Idrus dan Sofyan usai pengungkapan kasus operasi tangkap tangan (OTT) yang menjerat Eni dan Kotjo, pada Jumat (13/7) lalu.

Eni ditangkap Tim Satgas KPK di rumah dinas Idrus, kawasan Widya Chandra sekitar pukul 15.21 WIB. Saat itu Eni disebut datang untuk menghadiri acara ulang tahun anak Idrus.

Eni diduga tengah menunggu uang sebesar Rp500 juta yang dibawa keponakannya Tahta Maharaya usai mengambilnya dari staf Kotjo di Graha BIP.

Sehari setelah Eni dan Kotjo ditetapkan sebagai tersangka, tepatnya Minggu (15/7), rumah pribadi Sofyan 'diacak-acak' penyidik KPK. Saat itu, penyidik menyita sejumlah dokumen terkait proyek PLTU Riau-I dan kamera CCTV.

Usai menggeledah rumah pribadi Sofyan, penyidik KPK kemudian mencari 'jejak' proyek PLTU Riau-I lainnya di kantor pusat PT PLN, Senin (16/7). Di sana penyidik menyasar ruang kerja Sofyan. Penyidik turut menyita dokumen terkait proyek PLTU Riau-I senilai US$900 juta.

Tak hanya kantor pusat PLN, berturut-turut penyidik KPK menggeledah ruang kerja Eni, apartemen Kotjo di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, kantor PT Pembangkitan Jawa-Bali, hingga rumah pribadi Eni di kawasan Tangerang, Banten.

Saling Kenal

Idrus usai diperiksa pada Kamis (19/7), mengakui sudah kenal lama dengan Kotjo, yang juga Bos Apac Group. Selain kenal lama dengan Kotjo, Idrus mengaku cukup dekat dengan Eni, yang sama-sama dari Golkar.

"Jadi ini semua teman saya, Pak Johannes juga teman, sudah lama kenal. Ibu Eni apalagi itu adik saya. Kemudian saya kenal, memang kenal," kata Idrus di Gedung KPK, Jakarta.

Idrus dimintai keterangan dalam kapasitasnya sebagai Sekretaris Jenderal Partai Golkar. Ia diperiksa oleh penyidik KPK cukup lama, sekitar 11 jam. Idrus tiba di Gedung KPK sekitar pukul 10.00 WIB dan baru keluar dari ruang pemeriksaan sekitar pukul 20.45 WIB.

Dari informasi yang dihimpun, Idrus memiliki peran dalam proyek pembangunan PLTU Riau-I milik PLN itu. Ia diduga kerap ikut dalam pertemuan yang dilakukan Eni, Kotjo, dan Sofyan. Diduga Idrus ikut membantu memuluskan agar proyek itu berjalan.

"(Idrus Marham hadir pada) pertemuan-pertemuan agar (proyek PLTU Riau-I) 'goal'," kata seorang penegak hukum di KPK beberapa waktu lalu.

Sementara itu, Sofyan selepas diperiksa pada Jumat (20/7), mengaku ditanya penyidik soal tugasnya selaku orang nomor satu di perusahaan listrik plat merah itu.

"Ditanya mengenai tugas saya, fungsi saya, sesuai dengan fungsi Dirut. Ya saya jelaskan, mengenai masalah-masalah kebijakan-kebijakan dan lainnya, cukup detail, bagus sekali," ujarnya.

Sofyan mengakui kerap bertemu Eni di DPR. Ia juga beberapa kali bertemu Idrus di DPR. Namun, Sofyan tak merinci pertemuan dengan Eni maupun Idrus membahas masalah apa. Meskipun demikian, ia mengaku juga kerap bermain golf dengan Idrus.

"(Pertemuan informal sambil) main golf," kata Sofyan.

Namun, saat dikonfirmasi soal dugaan pertemuan dirinya dengan Eni, Kotjo, dan Idrus, Sofyan mengelak. Ia meminta hal tersebut ditanyakan kepada penyidik KPK yang menangani kasus dugaan suap proyek PLTU Riau-I.

"Enggak ada, nggak tahu. Tanya penyidik, kami enggak berhak," tuturnya.

Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan pemeriksaan terhadap Idrus dan Sofyan dilakukan untuk menggali dugaan aliran uang dalam proyek milik PLN itu. Dalam kasus ini, Eni diduga menerima uang Rp4,8 miliar secara bertahap dari Kotjo terkait kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau-I.

"Secara rinci tentu pemeriksaan tidak bisa disampaikan tapi dari dua saksi kemarin (Idrus Marham dan Sofyan Basir) kami mendalami kurang lebih ada informasi terkait dengan aliran dana. Jadi sejauh mana aliran dana terkait dengan PLN ini," kata Febri kemarin.

Eni diduga menerima uang dari Kotjo sejak Desember 2017. Ia menerima 'uang muka' Rp2 miliar, padahal ketika itu Eni belum duduk sebagai Wakil Ketua Komisi VII DPR. Ia baru diangkat menjadi pimpinan Komisi Energi pada akhir Maret 2018.

Penerimaan kedua sebesar Rp2 miliar dilakukan pada Maret 2018, bersamaan waktunya saat Eni ditunjuk menjadi Wakil Ketua Komisi VII DPR. Kemudian penerimaan ketiga sebesar Rp300 juta terjadi pada 8 Juni lalu. Terakhir Eni menerima Rp500 juta dan ditangkap KPK.

Febri melanjutkan selain soal dugaan aliran uang, penyidik KPK turut mengonfirmasi sejumlah pertemuan yang diduga dilakukan Idrus dan Sofyan dengan Eni dan Kotjo selama proses pembahasan proyek PLTU Riau-I itu.

"Apa yang dibahas di sana juga didalami oleh KPK, termasuk juga proses kerja sama proyek Riau-I ini. Karena prosesnya kan tidak terjadi satu atau dua minggu belakangan," ujarnya.

Proyek PLTU Riau-I merupakan proyek penunjukkan langsung yang diserahkan pada anak usaha PLN, PT Pembangkitan Jawa-Bali sejak dua tahun silam. Proyek ini masuk dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2017.

Proyek pembangkit listrik mulut tambang itu merupakan bagian dari program ketenagalistrikan 35 ribu Megawatt (MW) yang didorong oleh pemerintahan Presiden Joko Widodo-Jusuf Kalla. PLTU Riau-I itu ditargetkan bisa beroperasi pada 2020/2021.

PT PJB kemudian menggandeng Blackgold Natural Recourses Limited, anak usaha BlackGold PT Samantaka Batubara, China Huadian Engineering, dan PT PLN Batu Bara untuk menggarap pembangunan PLTU Riau-I.

Pada Januari 2018, PJB, PLN Batu Bara, BlackGold, Samantaka, dan Huadian menandatangani Letter of Intent (LoI) atau surat perjanjian bisnis yang secara hukum tak mengikat para pihak. LoI diteken untuk mendapatkan Perjanjian Pembelian Tenaga Listrik (PPA) atas PLTU Riau-I. Samantaka rencananya akan menjadi pemasok batu bara untuk PLTU Riau-I.

Namun, setelah KPK mengungkap dugaan suap dalam proyek ini, proyek pembangkit dengan kapasitas 2x300 Mw itu dihentikan sementara.

Usut Pihak Lain

KPK tak berhenti pada penetapan Eni dan Kotjo sebagai tersangka. Seperti dikatakan Wakil Ketua KPK Saut Situmorang, pihaknya bakal mengusut keterlibatan pihak lain dalam kasus dugaan suap proyek PLTU Riau-I tersebut. Saut memperkirakan proses pengusutan kasus dugaan suap ini bakal memerlukan waktu yang cukup panjang.

"Masih kami dalami lagi siapa saja yang terkait. Jalan panjang, sabar," kata Saut dikonfirmasi lewat pesan singkat.

Saat disinggung pihak yang diduga terlibat dalam kasus ini adalah Idrus dan Sofyan, Saut menjawab diplomatis. Menurut Saut, pihaknya tak boleh menyebut nama yang diduga terlibat sampai nanti diumumkan dalam jumpa pers secara resmi.

"Tidak boleh menyebut sampai nanti kami umumkan pada saatnya," ujarnya.

Saut pun tak ambil pusing dengan bantahan perusahaan Blackgold, yang menyatakan tak terlibat dalam kasus dugaan suap proyek PLTU Riau-I itu. Saut meminta perusahaan tambang itu menyampaikan sanggahannya dalam persidangan nanti.

"Oh itu ya, debatnya nanti aja di pengadilan," kata dia.

Idrus sendiri bakal kembali diperiksa pada Kamis (26/7). Ia bakal dikorek keterangannya sebagai saksi untuk dua tersangka. Mantan Sekretaris Jenderal Partai Golkar era Setya Novanto menjabat ketum itu berjanji bakal memenuhi panggilan keduanya sebagai saksi dalam kasus dugaan suap ini.

"Akhirnya disepakati penyidiknya dengan memberikan waktu kepada saya untuk memberikan penjelasan tambahan sebagai saksi dan Insyaallah hari Kamis saya sudah janji [untuk melanjutkan pemeriksaan]," kata Idrus, di Istana Bogor, Selasa (24/7).


Tulis Komentar