GILANGNEWS.COM - Direktur Eksekutif Lembaga Survei Indonesia (LSI) Djayadi Hanan menanggapi kritik PAN soal survei terhadap parpol yang kerap meleset untuk lolos ke pemilu. PAN pun diprediksi tidak lolos pemilu lantaran hasil surveinya rendah, namun nyatanya selalu berhasil masuk ke Senayan.
Djayadi menjelaskan, dalam survei ada yang disebut undecided voter atau pemilih yang belum memutuskan. Menurutnya, jika menjelang pemilu PAN bisa lolos karena faktor undecided voter tersebut.
"Jangan lupa ada undecided atau responden dalam survei yang tidak mau menjawab atau belum memutuskan, itu berarti sangat mungkin suara PAN real-nya masih bisa ditambah dari sampel yang undecided," kata Djayadi lewat keterangannya, Kamis (30/12).
"Mengingat pemilih PAN umumnya berbasis di daerah-daerah perkotaan yang memang cenderung tidak mau memutuskan pilihannya cepat cepat, sangat mungkin pemilih PAN banyak masuk kategori undecided," tambahnya.
Dia melanjutkan, faktor lainnya yang mungkin mempengaruhi adalah waktu yang pemilu masih jauh. Sehingga partai-partai menengah kecil belum terlihat oleh masyarakat.
"Sehingga yang menjadi perhatian publik lebih banyak ke partainya presiden, atau partai yang oposisi terhadap pemerintah," ucap Djayadi.
Menurutnya, hasil survei merupakan potret atau gambar yang diperoleh ketika survei dilakukan. Dia mengakui partai-partai menengah-kecil atau yang suaranya di kisaran 4 hingga 6 persen cenderung dibawah performa dalam berbagai survei selama ini.
Djayadi menjelaskan, untuk PAN ada dua faktor yang mungkin menyebabkan under-performed dalam survei. Pertama, dalam survei ada margin of error. Bila survei dengan sampel sekitar 1200 maka margin of errornya sekitar 3 persen.
"Itu artinya bila PAN memperoleh angka misalnya 2 persen, maka kenyataannya berkisar antara 0 hingga 5 persen. Karena tidak mungkin suara partai seperti PAN itu nol persen, maka yang paling masuk akal suaranya berada di kisaran hingga lima persen," jelasnya.
Sebelumnya, Wakil Ketua Umum DPP Partai Amanat Nasional (PAN) Viva Yoga Mauladi mengatakan, tidak kaget terkait hasil survei Saiful Mudjani Research and Consulting (SMRC) yang menyebutkan elektabilitas PAN sebesar 1,8 persen. PAN diprediksi tidak lolos ambang batas parlemen. Menurut dia, sejak 2004 hingga 2021, elektabilitas PAN saat dilakukan survei persentasenya sekitar 1-2 persen.
"Meskipun PAN masif membuat program dan kegiatan masyarakat, tetapi ketika di survei hasilnya selalu konstan yaitu menjadi 'Partai Nasakom' atau partai yang nasibnya satu koma saja," kata Viva Yoga, dikutip dari Antara, Rabu (29/12).
Dia mengatakan, apabila berdasarkan survei yang dilakukan lembaga survei tersebut, maka PAN sejak Pemilu 2004 seharusnya tidak lolos ambang batas parlemen. Namun, menurut dia lagi, pada kenyataannya hasil perolehan suara PAN di setiap pelaksanaan pemilu ternyata berbeda 500 persen dengan hasil survei.
"PAN memperoleh suara 6,44 persen di Pemilu 2004, di Pemilu 2009 sebesar 6,01 persen, Pemilu 2014 sebesar 7,59 persen, dan Pemilu 2019 sebesar 6,84 persen," ujarnya.
Karena itu, dia menilai ada perbedaan sebesar 500 persen antara prediksi melalui hasil survei yang dilakukan lembaga survei dengan hasil resmi pemilu yang ditetapkan Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Hasil Survei Aneh
Viva Yoga merasa janggal karena hasil survei berbeda 500 persen dengan hasil perolehan suara resmi yang ditetapkan KPU.
"Aneh kan? Masa hasilnya berbeda 500 persen ketika PAN di survei. Apakah lembaga survei itu tidak kredibel? Tidak berlandaskan pada kaidah ilmiah? Atau karena faktor lain?" katanya pula.
Dia mengatakan, partainya pernah menanyakan kepada ‘surveyor’ terkait mengapa hasil survei selalu berbeda dengan hasil pemilu. Menurut dia, para ‘surveyor’ tersebut menjawab karena yang berperan penting adalah pergerakan para calon anggota legislatif PAN.
Sehingga hasil pemilu berbeda dengan hasil survei. "Lalu yang menjadi pertanyaan, para caleg dari partai politik lain saat kampanye pemilu apakah tidur? Kan sama-sama bergerak berkompetisi mencari suara di daerah pemilihan masing-masing," ujarnya pula.
Viva menjelaskan, beberapa kali ‘hasil survei aneh untuk PAN’ sudah ditanyakan kepada ‘surveyor’, tetapi mereka tidak dapat memberi penjelasan secara saintifik dan ilmiah. Karena itu, menurut dia, apa pun hasil survei yang dilakukan lembaga survei tersebut tetap akan menjadi cermin evaluasi diri, sebagai input data bagi PAN untuk memperkaya informasi dalam membuat perencanaan strategis pemenangan Pemilu 2024.
Survei SMRC
Sebelumnya, salah satu temuan survei SMRC menyebutkan, dukungan pemilih pada Partai NasDem, PPP, dan PAN belum meyakinkan karena belum mendapat dukungan publik di atas ambang batas parlemen 4 persen.
Direktur Eksekutif SMRC Sirojudin Abbas menjelaskan, hasil surveinya menunjukkan Partai NasDem mendapat dukungan publik sebesar 3,4 persen, PPP 2,7 persen, dan PAN 1,8 persen.
"Ketiga partai ini tidak mengalami perubahan berarti dalam dua tahun terakhir. Pada survei Maret 2020, NasDem didukung 3 persen, PPP dan PAN mendapatkan suara sekitar 2,4 dan 2,3 persen suara," katanya lagi.
Survei SMRC tersebut dilakukan pada 8-16 Desember 2021 melalui tatap muka dengan jumlah sampel awal 2420 yang dipilih secara acak dari seluruh populasi Indonesia yang berumur minimal 17 tahun atau sudah menikah. Responden yang dapat diwawancarai secara valid sebesar 2.062 atau 85 persen, margin of error survei dengan ukuran sampel tersebut diperkirakan sebesar ± 2,2 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen (asumsi simple random sampling).
Tulis Komentar