Ekonomi

'Mimpi' Capres Prabowo Setop Impor dan Faktanya

Calon Presiden Prabowo Subianto.

GILANGNEWS.COM - Calon Presiden Prabowo Subianto berjanji tidak akan impor jika terpilih sebagai orang nomor satu dalam pemilihan presiden. Dahnil Anzar Simanjuntak, Koordinator Juru Bicara Prabowo-Sandiaga Uno mengatakan janji setop impor terkait komoditas, seperti beras, jagung, dan garam.

Namun, bagaimana sebetulnya fakta di lapangan? Berikut ini CNNIndonesia.com rangkum persoalan beras, jagung, dan garam di Tanah Air. 

Beras 

Badan Pusat Statistik (BPS) bersama Badan Informasi Geospasial (BIG) dan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) melansir luas lahan sawah terus menyusut. Tahun ini menyusut 650 ribu hektare (ha), yaitu dari 7,75 juta ha menjadi 7,1 juta ha.

Dengan perkiraan tersebut, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menyebut produksi beras tahun ini hanya 32,4 juta ton. Sementara, konsumsinya hanya sekitar 29,57 juta. Itu berarti, ada surplus beras 2,85 juta ton. 

Kendati kemungkinannya surplus, pemerintah tetap memutuskan untuk impor. Hal ini ia klaim demi menjaga pasokan. Terlebih lagi, pada Maret 2018, pasokan beras di Bulog hanya 500 ribu ton. 

"Kalau tidak impor, tewas kita," ujarnya belum lama.

Dengan kondisi seperti di atas, kenyataannya harga beras medium di Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC) berada di kisaran Rp9.200 per kilogram (kg). Padahal, normalnya harga beras medium ada di rentang Rp8.600 - Rp8.700 per kg. 

Direktur Utama Food Station Arief Prasetyo mengungkapkan beras premium membanjiri pasar induk. Jumlahnya bahkan mendominasi sebanyak 70-80 persen dari total pasokan beras di PIBC. 

"Sedangkan, konsumsi masyarakat banyak di beras medium. Jadi, memang kita perlu diguyur beras medium," jelasnya.

Jagung 

Kementerian Pertanian bersikeras bahwa produksi jagung nasional sepanjang tahun ini akan surplus. Berdasarkan data BPS, ia memperkirakan produksi jagung sampai akhir tahun mencapai 30,4 juta. Sementara, konsumsinya cuma 18 juta ton. 

Namun, dengan surplus mencapai 12,4 juta ton, mengutip data BPS yang disampaikan Sekretaris Jenderal Kementan Syukur Iwantoro, ekspor jagung mencapai 380 ribu ton hingga Juli 2018. 

"Balance trade (neraca dagang) surplus. Kita ekspor 380 ribu ton, impor 100 ribu ton," ungkap dia. 

Klaim surplus Kementan, jauh berbeda dengan kenyataan yang dirasakan oleh Ketua Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat Indonesia (Pinsar). 
Menurut Parjuni, usahanya tercekik harga jagung yang mahal dan kelangkaan pasokan. "Kalau kita ngomong surplus, otomatis harganya turun. Ini lucu, surplus tapi harganya tinggi," imbuh dia.

Garam 

Tahun lalu, Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) menyebut bahwa RI telah mengimpor garam sejak 1990. Impor dilakukan untuk memenuhi kebutuhan garam industri dan kelangkaan stok akibat dampak dari anomali cuaca. 

Di samping itu, garam produksi petambak tak dapat diserap industri karena tidak memenuhi kriteria kadar Natrium Chlorida (NaCl) sebesar 97 persen. 

Pada tahun ini, pemerintah memutuskan mengimpor 3,7 juta ton garam. Garam ini akan dimanfaatkan oleh 100 ribu perusahaan yang bergerak di bidang sektor petrokimia, kaca, lensa, serta makanan dan minuman.


Tulis Komentar