Hukrim

KPK Siap Hadapi Gugatan Praperadilan Mantan Gubri Annas Maamun

Eks Gubernur Riau Annas Maamun keluar seusai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta.

GILANGNEWS.COM - Mantan Gubernur Riau (Gubri), Annas Maamun, mengajukan gugatan praperadilan terhadap Komisi Pementasan Korupsi (KPK) atas penetapan dirinya sebagai tersangka pemberian hadiah atau janji terkait pembahasan RAPBD-P 2014 dan APBD 2015 Provinsi Riau.

Pelaksanaan tugas (Plt) Juru Bicara KPK, Ali Fikri, menegaskan KPK siap menghadapi gugatan praperadilan tersebut.

"KPK tentunya siap hadapi (gugatan praperadilan, red)," ujar Ali Fikri, Kamis (31/3/2022).

Ali Fikri menyatakan, seluruh proses penyidikan perkara yang menjerat Annas Maamun telah sesuai prosedur aturan hukum. Semua proses hukum yang dilakukan akan dijelaskan di hadapan hakim praperadilan.

"Kami akan jelaskan nanti dihadapan hakim praperadilan. Kami memastikan seluruh proses penyidikan perkara dimaksud telah sesuai dengan mekanisme hukum berlaku," jelas Ali Fikri.

Gugatan didaftarkan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada tanggal 24 Maret 2022 dengan nomor perkara 21/Pid.Pra/2022/PN JKT.SEL Annas Maamun sebagai pemohon dengan termohon KPK cq Pimpinan KPK.

Pada petitumnya, Annas Maamun meminta hakim menerima permohonan praperadilan, menyatakan status tersangka yang ditetapkan termohon tidak sah menurut hukum, tidak memiliki kekuatan hukum mengikat dan batal demi hukum.

"Apabila Yang Mulia Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan C.q. Yang Mulia Hakim Tunggal perkara Pra Peradilan yang memeriksa, mengadili dan memutus perkara Pra Peradilan pada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Kelas 1 A Khusus ini berpendapat lain mohon kiranya memberikan rasa keadilan terhadap Pemohon yang telah tua-renta kini telah berusia 82 tahun (ex aequo et bono)," bunyi i petitum permohonan Annas Maamun.

Annas Maamun saat ini telah ditahan di Rutan KPK pada Kavling C1, Jakarta, pada Rabu (30/3/2022). Penahanan dilakukan selama 20 hari terhitung tanggal 30 Maret 2022 sampai 18 April 2022 di Rutan KPK pada Kavling C1.

Sebelum ditahan, penyidik KPK melakukan pemanggilan paksa terhadap Annas Maamun. Gubernur Riau periode 2014-2019 itu dijemput di rumahnya di Pekanbaru dan setelah cek kesehatan, langsung dibawa ke Jakarta.

"Perintah membawa tersebut dilakukan karena KPK menilai yang bersangkutan tidak koperatif untuk hadir memenuhi panggilan tim penyidik KPK. Pemanggilan terhadap yang bersangkutan sebelumnya telah dilakukan secara patut dan sah," jelas Ali Fikri.

Dalam kasus ini, KPK juga menetapkan anggota DPRD sekaligus mantan Bupati Rohul Suparman dan mantan Ketua DPRD Riau Johar Firdaus sebagai tersangka. Keduanya telah dinyatakan bersalah oleh pengadilan dan telah selesai menjalani masa hukuman.

Ali Fikri juga menjelaskan konstruksi perkara yang menjerat Annas Maamun. Selaku Gubernur Riau, Ia mengirimkan Rancangan Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS) Tahun 2015 kepada Ketua DPRD Provinsi yang saat itu dijabat oleh Johar Firdaus.

"Dalam usulan yang diajukan oleh tersangka AM tersebut ada beberapa item terkait alokasi anggaran yang diubah. Di antaranya mengenai pergeseran anggaran perubahan untuk pembangunan rumah layak huni yang awalnya menjadi proyek di Dinas Pekerjaan Umum diubah menjadi proyek yang dikerjakan oleh Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintah Desa (BPMPD)," jelas Ali Fikri.

Karena usulan anggaran ini tidak ditemukan kesepakatan dengan pihak DPRD sehingga Annas Maamun diduga menawarkan sejumlah uang dan adanya fasilitas lain berupa pinjaman kendaraan dinas bagi seluruh anggota DPRD Provinsi Riau periode 2009 sampai 2014 agar usulannya tersebut dapat disetujui.

Atas tawaran dimaksud, Johar Firdaus bersama seluruh anggota DPRD kemudian menyetujui usulan Annas Maamun. Selanjutnya atas persetujuan dari Johar Firdaus mewakili anggota DPRD, sekitar September 2014, Annas Maamun merealisasikan janjinya dengan memberikan sejumlah uang melalui beberapa perwakilan anggota DPRD dengan jumlah sekitar Rp900 juta.

Atas perbuatannya, Annas Maamun sebagai pihak pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana.


Tulis Komentar