Hukrim

Kasus OTT KPK dalam HGU PT AA, Kuasa Hukum Kanwil BPN Riau Berikan Klarifikasi

Kuasa hukum Kepala Kanwil BPN Riau, Yopi Pebri (kanan), bersama Ketua Umum BPU LAM Riau Dr Harris MH, saat memberikan klarifikasi soal kasus HGU Kuansing, di Pekanbaru, Jumat malam (11/2/2022).

GILANGNEWS COM - Setelah Badan Pengembangan Usaha (BPU) LAM Riau, memberi dukungan kepada Kepala Kanwil BPN Riau M Syahrir, kini kuasa hukum M Syahrir, Yopi Pebri, juga memberikan klarifikasi, terkait kasus dugaan tindak pidana korupsi, perpanjangan izin Hak Guna Usaha (HGU) sawit di Kabupaten Kuansing, Provinsi Riau.

M Syahrir yang merupakan Penasehat BPU LAM Riau sendiri, sudah tiga kali dimintai keterangan oleh KPK, sebagai saksi. Keterangan tersebut untuk melengkapi berkas kasus terdakwa Andi Putra, yang merupakan Bupati Kuansing nonaktif, serta terdakwa Sudarso. 

Kepada wartawan Jumat malam (11/2/2022) di Pekanbaru, Yopi Pebri menjelaskan, kliennya tidak terlibat dengan perbuatan yang dilakukan terdakwa Sudarso, yang perkaranya sedang diperiksa di Pengadilan Tipikor Pekanbaru, Riau. 

Dalam persidangan, saat kliennya diperiksa sebagai saksi, keterangan yang disampaikan kliennya dipersoalkan oleh majelis hakim, karena adanya masalah ekspose.

Adapun alasan harus ekspose tersebut, karena kebijakan Kepala Kanwil BPN Riau untuk dilakukan persiapan atas pengajuan HGU PT AA, guna meneliti dan menganalisis, apakah berkas permohonan HGU tersebut layak atau tidak layak untuk dilanjutkan permohonannya.

Karena sistem aplikasi KKP yang ada di BPN, memberikan batas waktu penyelesaian.

"Bila tidak diekspose, langsung didaftar saja, maka akan menjadi tunggakan sebagai kinerja buruk. Bila tidak bisa selesai dalam batas waktu yang telah ditentukan diinternal Kantor Pertanahan," beber Yopi Pebri yang juga didampingi kuasa hukum lainnya. 

Disampaikan, karena dalam rangka menerapkan prinsip kehati-hatian dan pencegahan, dengan dilakukannya ekspose, maka berkas tersebut akan kelihatan lengkap atau tidak.

Hal itu mengingat perusahaan memaparkan dan ditanggapi peserta rapat, yang merupakan institusi terkait. Baik dari Pemprov Riau, juga dari Pemkab, yang mempunyai tupoksi kewenangan masing-masing. Sehingga permasalahannya terang benderang dan tidak ditutup-tutupi.

"Apabila lengkap atau bisa paralel Kelengkapan nya, maka berkas tersebut baru didaftarkan. Tapi kalau belum lengkap, maka ditolak untuk dilengkapi dulu," terangnya.

Selain itu, ekspose juga dilakukan, karena objek yang melekat HGU ini awalnya berada di dua wilayah, yaitu Kabupaten Kampar dan Kabupaten Kuansing. Namun plasmanya hanya berada di wilayah Kabupaten Kampar.

Maka berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian No 98 Tahun 2013 Tentang Pedoman Perizinan Usaha Perkebunan, Pasal 15, dan Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional No 7 Tahun 2017 Tentang Kewajiban Perusahaan Untuk Memfasilitasi Pembangunan Kebun Masyarakat minimal 20 persen.

"Berdasarkan hal tersebut, karena objek HGU PT AA berada di dua wilayah kabupaten. Sedangkan PT AA telah memberikan plasma 21,58 persen, yakni di Kabupaten Kampar, sehingga perlu adanya suatu solusi jalan keluar untuk menghindari adanya kebuntuan pemberian plasma minimal 20 persen di Kabupaten Kuansing. Mengingat ada tiga kepala desa yang meminta Plasma," tambah Yopi Pebri lagi.

Karena itu, mengapa Kakanwil Propinsi Riau memerlukan rekomendasi Bupati Kuansing sedangkan PT AA telah memfasilitasi pembangunan kebun masyarakat sekitar (plasma) seluas 21,58 persen, dari luas HGU inti sejak tahun 2011 yang berada di wilayah Kabupaten Kampar sebelum mengalami perubahan batas wilayah administrasi.

Karena pada saat ekspose, ada tiga kepala desa di Kabupaten Kuansing meminta bagian plasma. Mengingat kewenangan plasma adalah kewenangan Bupati.

Maka, masih keterangan Yopi Pebri, terhadap permasalahan tersebut, dapat diselesaikan melalui Bupati Kuansing, apakah setuju atau tidak setuju plasmanya PT AA yang sudah ada di Kabupaten Kampar sejak tahun 2011, diberikan lagi kepada tiga desa di Kabupaten Kuansing.

Selain itu, yang menjadi acuan Kakanwil BPN Riau adalah, adanya Surat Kepala Dinas Tanaman Pangan Hortikultura dan Perkebunan Provinsi Riau Nomor 521/DISTPHBUN-B.BUN/3392 tanggal 13 September 2019, kepada Dirut PT AA, yang pada point 4 menyatakan bahwa PT AA sudah memfasilitasi pembangunan kebun masyarakat (Plasma) seluas 1.339,5 ha atau 21,58 persen, dari kebun sendiri dan sudah sesuai dengan peraturan perundang-perundangan yang berlaku. Padahal kenyataan di lapangan, lokasi usaha PT AA berada di dua wilayah Kabupaten Kampar dan Kabupaten Kuansing. 

"Hal ini diperkuat pada point 3 surat tersebut bahwa luas plasma 1.339,5 ha adalah dari total luas HGU seluas 6.222 ha. Sesuai data di Kantor Pertanahan, sertipikat HGU PT AA awalnya terdiri dari 2 sertipikat berada di Kabupaten Kampar dan Kabupaten Kuansing," katanya. 

"Sehingga jika saja DISTPHBUN dalam suratnya menerangkan karena lokasi usaha PT AA berada di dua wilayah kabupaten, maka untuk memenuhi rasa keadilan, pemberian plasma selain di Kampar juga di Kuansing," sebut Yopi Pebri menerangkan.

Tak hanya itu, kata Yopi, menurut Kakanwil BPN Riau, perlu adanya rekomendasi Bupati Kuansing mengingat yang dimaksud dalam Surat Kepala Dinas Tanaman Pangan Hortikultura dan Perkebunan Provinsi Riau prihal PT AA telah memfasilitasi pembangunan kebun masyarakat (Plasma) seluas 1.339,5 ha atau 21,58 persen, di Kabupaten Kampar, bukan berada di wilayah Kabupaten Kuansing.

Namun sebelum ada Kabupaten Kuansing, Tempat usaha PT AA berada di wilayah Kabupaten Kampar dan Kabupaten Indragiri Hulu. Kemudian Kabupaten Indragiri Hulu mengalami pemisahan wilayah menjadi Indragiri Hulu dan Kuansing. 

Sementara lahan usaha milik PT AA yang dari dulu berada di dua wilayah kabupaten. Namun plasmanya hanya berada di wilayah Kabupaten Kampar. Karena ada perpanjangan HGU dan adanya tiga desa di Kabupaten Kuansing, menginginkan plasma dari PT AA di Kabupaten Kuansing, maka perlu di ekspose dan rekomendasi Bupati tadi. 

Karena PT AA telah menyerahkan atau memfasilitasi pembangunan kebun masyarakat (plasma) seluas 21.58 persen atau 1.339,5 ha dari luas HGU inti sejak tahun 2011, maka perlu ada rekomendasi Bupati Kuansing, apakah PT AA harus memberikan plasma kepada 3 desa di Kabupaten Kuansing tersebut.

"Jadi, atas kondisi ini, Kakanwil BPN  Riau memerlukan rekomendasi Bupati Kuansing terhadap perlu atau tidaknya PT AA memberikan plasma kepada tiga sesa tersebut," paparnya.

Namun kemudian, adanya kejadian OTT oleh KPK, Bupati Kuansing dan Terdakwa Sudarso dari PT AA, tidak ada kaitannya dengan Kakanwil BPN Riau. Karena perbuatan yang telah di OTT-kan  tersebut, adalah murni perbuatan mereka yang memanfaatkan situasi untuk melakukan perbuatan yang terlarang, yang perkaranya sedang diperiksa di Pengadilan Tipikor Pekanbaru. 

"Pak Syahrir tidak mengenal sama sekali dengan Bupati Kuansing, karena rekomendasi yang disampaikan adalah sifatnya pilihan agar persoalan pengajuan perpanjangan HGU PT AA tidak mandek di Kantor Pertanahan. Tujuan awalnya rekomendasi untuk kebaikan semua pihak namun sangat disayangkan telah dimanfaatkan untuk hal yang tidak baik," tuturnya 

Terkait dugaan menerima suap Kakanwil BPN Riau Syahrir, tambah Yopi, dalam persidangan sudah dibantah secara tegas oleh Kakanwil BPN Riau, bahwa dirinya tidak menerima suap dari pihak PT AA.

Termasuk perbuatan antara Bupati Kuansing dengan Sudarso, yang kemudian dilakukan OTT KPK, tidak ada hubungannya dengan Kakanwil BPN Riau. 

"Kita percayakan pada KPK yang telah melakukan penyelidikan dan penyidikan sesuai peraturan yang berlaku," ujarnya. 


Tulis Komentar