Hukrim

Hadirkan Saksi Ahli, Terdakwa Investasi Bodong Pekanbaru Bisa Dijerat UU Perbankan

Sidang lanjutan dugaan investasi bodong di Pekanbaru.

GILANGNEWS.COM - Sidang lanjutan dugaan investasi bodong dengan menghadirkan para terdakwa bos Fikasa Group kini menghadirkan beberapa saksi ahli yaitu saksi ahli dari bank dan ahli pidana korupsi.

Sidang kasus dugaan invstasi bodong ini dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim, Dahlan. Para korban investasi bodong juga ikut hadir di persidangan. Para terdakwa Agung Salim Cs juga dihadirkan secara langsung.

Para ahli menilai terdakwa Agung Salim Cs bisa dijerat dengan Undang-Undang (UU) Perbankan.

Dalam kesaksiannya di Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru, Senin (24/1/2022) sore, Ahli Hukum Pidana, Profesor Agus Surono mengatakan pengumpulan atau menghimpun dana dari masyakrakat oleh korporasi harus seizin pemerintah dalam hal ini adalah OJK (Otorita Jasa Keuangan).

"Jika tidak, maka itu perusahaan dan pengurus melanggar UU Perbankan," ujar Agus.

Lanjutnya, di dalam Pasal 46 Ayat 1 UU Perbankan intinya adalah tidak adanya izin dalam menghimpun dan menyimpan dana dari masyarakat dari Otoritas Jasa Keuangan.

"Dimana OJK ini lah yang memberi atau tidak memberi izin. Sehingga jika ada subjek hukum pidana korporasi tidak izin dari otorita berwenang, maka norma Pasal 46 Ayat 1 telah dilanggar," sambungnya.

Dalam kasus investasi bodong di Pekanbaru yang digelar dari sore hingga malam, lima terdakwa yakni bos Fikasa Group yakni Agung Salim, Bakti Salim, Cristian Salim, Elly Salim dan Maryani menghimpun dana sebanyak 10 orang.

Modusnya, dengan menawarkan produk investasi 'promissory notes' atau mirip seperti deposito. Mereka mengiming imingi korban dengan bunga cukup tinggi yakni 9-12 persen pertahun. Ini cukup tinggi dibanding dengan bunga bank, 5 persen.

Untuk menghimpun dana dari mayarakat dengan sistem berjangka, PT Fikasa Group memakai beberapa anak perusahaan yakni PT Tiara Global dan PT Wahana Bersama Nusantara. Peruhaan itu ada yang bergerak dalam bidang properti dan air minum dan juga perhotelan.

Di Pekanbaru, mereka mulai menghimpun dana dengan produk promissory notes (surat utang) sejak tahun 2016. Namun sejak tahun 2020 tidak ada pembayaran alias macet.

Para nasabah di Pekanbaru berusaha meminta pertanggungjawaban Fikasa Group. Namun tidak ada kejelasan termasuk permintaan pengembalian modal nasabah. Di Pekanbaru ada 10 nasabah tertipu dengan total kerugian Rp 84,9 miliar. Belakangan para nasabah melaporkan kasus ini ke Mabes Pori.

Prof, Agus mengatakan bahwa jika terjadi permasalah dalam perhimpunan dana maka korporasi dan pengurus bisa dijerat dengan hukum.

"Berdasarkan tafsir Pasal 46 Ayat 1 itu menghimpun dana dari masyarakat, karena dengan diterbitkannya promissory note dana dana dari masyarakat bisa keluar. Pasal 46 Ayat 1 yang dipersoalkan dari perkara ini adalah berkaitan tidak adanya izin mengimpun dana dari masyarakat. Saya memaknainya Pasal 46 Ayat 1 termasuk juga didalamnya adalah dengan cara menerbitkan promissory notes. Untuk yang bertanggungjawab, korporasi berbuat pengurus bertanggungjawab dan pengurus berbuat, pengurus bertanggungjawab," jelasnya.

Sementara itu Ahli Pidana Perbankan Dr Rouli Anita Valentina yang juga diminta keterangan dipersidangan menilai bahwa dalam kasus ini perusahaan melakukan usaha yang mirip dengan deposito dan patut diduga menghimpun dana dari masyarakat dengan mengeluarkan produk yang dinamakan promissory note.

"Dari keilmuan yang saya pahami produk itu patut dikatagotikan sebagai simpanan. Menurut Undang undang Perbankan, simpanan adalah dana yang dipercayakan oleh masyarakat berdasarkan perjanjian penyimpanan dalam bentuk giro, deposito sertifikat deposito, tabungan atau bentuk lain yang dipersamakan dengan itu," kata Rouli.

"Secara hukum, yang penting bukan apa yang dinamakan para pihak seperti promissory notes, tapi kegiatan mereka itu patut diduga sebagai kegiatan menghimpun dana. Karateristik produk mereka itu seperti deposito, diambil dalam waktu tertentu, terus adanya bunga dan bilyet sebagai bukti kepemilikan dana dari anggota masyarakat. Jadi kesimpulan saya itu adalah diduga memenuhi Pasal 46 yakni melakukan penghimpunan dana," imbuhnya.


Tulis Komentar