Selasa lalu polisi di Surabaya menangkap empat orang yang diduga terlibat dalam praktek jual beli bayi melalui media sosial. Pembeli membayar Rp 22,5 juta, sedangkan penjual menerima Rp 15 juta, dan sisanya untuk jasa calo.
Kejahatan ini dilancarkan melalui sebuah akun Instagram yang berpura-pura menawarkan 'konsultasi pendampingan masalah keluarga'.
Dengan memampang moto "membantu menutup aib seseorang, seperti menolong yatim," akun ini mencantumkan nomor WhatsApp yang dapat dihubungi.
"Apabila Anda ingin menitipkan anak untuk diadopsi atau ingin mengadopsi anak, kontak kami untuk prosesnya," kata akun Instagram tersebut.
Akun tersebut memposting percakapan dari ibu hamil di luar nikah yang ingin memberikan anaknya untuk adopsi.
Namun ternyata, mereka yang ingin mengadopsi harus membayar uang dalam jumlah besar.
Polrestabes Surabaya membekuk empat pelaku, seperti dilansir dari Detikcom, yaitu pemilik akun media sosial tersebut (AP), ibu yang menjual bayinya (LA), seorang bidan yang menjadi perantara (NKS), dan pembeli bayi (NNS).
Selama tiga bulan beroperasi, ada empat bayi yang sudah berhasil dijual oleh akun Instagram tersebut. Hanya satu bayi terakhir yang digagalkan penjualannya.
Ibu yang diduga menjual bayinya mengaku melakukannya karena butuh uang untuk membayar utang. "Saya dapat uang Rp 15 juta," kata LA.
Padahal, pasangan yang ingin mengadopsi membayar Rp 22,5 juta. Uang Rp 7,5 juta sisanya adalah jatah para perantara.
Pasangan yang ingin mengadopsi bayi menyatakan ingin punya anak karena belum dapat hamil setelah tujuh tahun menikah. "Saya ingin punya anak laki-laki," katanya
Menurut polisi, foto-foto dan testimoni yang dimuat dalam akun Instagram tersebut adalah palsu dan hanya digunakan untuk memancing ibu yang ingin menjual bayi dan ibu yang ingin mengadopsi bayi.
Keempat tersangka diancam dengan Undang-Undang 35 tahun 2014 tentang perlindungan anak, dan diancam hukuman maksimal 15 tahun penjara.
"Penjualan" pekerja migran
Ini bukan praktik jual beli manusia pertama di media sosial. September lalu Kementerian Tenaga Kerja Singapura menyelidiki kasus 'penjualan' sejumlah pembantu rumah tangga—yang diduga dari Indonesia—di situs niaga Carousell.
Melalui pernyataan di Facebook, kementerian mengaku "menyadari adanya kasus sejumlah pekerja rumah tangga dari luar negeri dipasarkan secara tidak patut di...Carousell".
Kementerian Tenaga Kerja Singapura mengatakan mengiklankan pembantu rumah tangga seperti barang tidak bisa diterima dan hal itu melanggar Undang-Undang Agen Tenaga Kerja.
Agen tenaga kerja yang terbukti bersalah bisa dikurangi poinnya dan ijin mereka bisa dibekukan atau dicabut.
Menurut Wahyu Susilo dari Migran Care, "jual beli" PRT migran Indonesia sudah sering terjadi. Dia menjelaskan bahwa sebelumnya, di Singapura pernah ada penawaran jasa PRT migran dengan memamerkan mereka di etalase.
"Ini tentu sangat tidak adil dan merendahkan martabat PRT Indonesia," kata Wahyu melalui WhatsApp.
Di Malaysia, kata Wahyu lagi, pernah ada iklan yang ditempelkan di jalan-jalan di ibu kota Malaysia, Kuala Lumpur, bertuliskan "Indonesia Maid on Sale".
Mengecam keras tindakan ini, Migrant Care berharap bahwa ke depan harus ada standar untuk mempekerjakan PRT migran sesuai syarat hak asasi manusia.
Tahun lalu terbongkar juga kasus penjualan pekerja rumah tangga di Timur Tengah melalui puluhan akun Facebook.
Pesan yang ada di Facebook, di antaranya adalah: "Saya mencari pembantu yang datang dengan visa turis untuk bekerja sebagai pembantu," dan "Perlu segera seorang pembantu untuk sekitar satu, dua atau tiga bulan sampai saya kembali pada bulan Desember.
Prostitusi online
Selain jual beli manusia, media sosial juga sering dijadikan medium prostitusi online. Praktik ini sangat mudah ditemukan di media sosial seperti Twitter, cukup dengan mengetikkan tagar tertentu yang menjadi kata kuncinya.
Menurut pengamatan BBC News Indonesia di Twitter, masih banyak sekali 'iklan' prostitusi yang menawarkan jasa seks di Twitter, lengkap dengan foto dan nomor kontak.
Tarifnya pun bervariasi mulai dari ratusan ribu hingga jutaan rupiah.
"Bisnis seksual itu sekarang tidak hanya dilakukan di tempat yang terbuka, tetapi dilakukan lewat internet dan media sosial. Para broker seks juga berbisnis sendiri lewat media sosial, tidak perlu tempat (seperti griya pijat)," kata Robertus Robet, sosiolog Universitas Negeri Jakarta.
Prostitusi online tidak terbatas kota, bahkan di Aceh yang menerapkan hukum cambuk untuk pelaku prostitusi.
Bulan Juli lalu enam terpidana kasus prositusi online dicambuk di dalam stadion Tunas Bangsa Lhokseumawe, Aceh.
Kepala Kasat Rereskrim Kota Lhokseumawe, AKP Budi Nasuha Waruwu menyebutkan bahwa penyelidikan kasus prostitusi online ini dilakukan seteldah adanya laporan dari masyarakat, seperti dilaporkan Saiful Mda, untuk BBC News Indonesia.
Polisi berpura-pura menyamar menjadi calon pelanggan yang memesan secara online, dan mengungkap prostitusi online tersebut.
Tulis Komentar