Nasional

Evakuasi jenazah Lion Air: 'Kami ingin membawa jenazah istri saya ke kampung'

Puluhan sepatu yang diyakini milik penumpang Lion Air JT 610, yang dikumpulkan oleh tim SAR di perairan Karawang, dikumpulkan di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, 31 Oktober 2018.

GILANGNEWS.COM - Upaya pencarian dan pengangkatan jenazah korban jatuhnya pesawat Lion Air JT 610 di perairan Teluk Karawang, Jawa Barat, terus dilakukan, seiring proses pencarian bangkai pesawat tersebut, kata seorang pejabat Basarnas.

"Dari sisi prosedur, begitu ditemukan target (bangkai pesawat), pasti dilakukan evakuasi (jenazah korban)," kata Direktur Kesiapsiagaan dan Latihan Basarnas, Didi Hamzar kepada wartawan BBC News Indonesia, Heyder Affan, Rabu (31/10) sore.

Sampai Rabu malam, tim SAR telah mengevakuasi 53 kantong jenazah, adapun jumlah penumpang dan awak kabin pesawat Lion Air JT 610 berjumlah 189 orang.

Sebagian besar korban diperkirakan masih terperangkap dalam bangkai pesawat yang tenggelam di perairan Karawang yang memiliki kedalaman antara 30-40 meter.

"Diperkirakan (korban) terperangkap di seat belt (sabuk pengaman di kursi pesawat)," kata Didi Hamzar.

Dia meyakini hal itu karena jika jenazah tidak terperangkap dalam bangkai pesawat, maka jenazah akan mengambang ke atas setelah dua kali 24 jam.

Ditanya sampai kapan proses evakuasi jenazah itu dilakukan, Didi mengatakan hal itu sangat tergantung kepada proses pencarian bangkai pesawat, sesuai prosedur yang berlaku.

"Begitu ditemukan target (bangkai pesawat), pasti dilakukan evakuasi (jenazah).

Dia kemudian menambahkan: "Sesuai prosedur operasi Basarnas, operasi SAR itu dilakukan satu sampai tujuh hari."

Ketika memasuki hari ketujuh, pihaknya akan melakukan evaluasi. "Yaitu dievaluasi apakah akan diperpanjang selama tiga hari apabila proses pencariannya belum selesai."

Apa harapan keluarga korban?

Edi Susanto kehilangan istrinya, Ervina Kusuma Wijayanti, yang menjadi korban jatuhnya pesawat Lion Air JT 610. Istrinya merupakan salah-seorang penumpang pesawat naas itu.

Pada Rabu (31/10) siang, Edi berada di pelataran Rumah Sakit Polri, Jakarta. Dia menyerahkan data-data yang diperlukan untuk membantu mengidentifikasi jenazah istrinya - yang beluk diketahui jasadnya.

"Semua ini sudah titipan. Kalau Yang Maha Kuasa ngambil titipannya, kita tidak bisa berbuat apa-apa," kata Edi kepada Quin Pasaribu kepada wartawan.

"Cuma yang kami inginkan, yang kami minta," lanjutnya dengan intonasi tenang," mudah-mudahan segera ditemukan (jenazah istrinya), kalau memang bisa ditemukan - baik masih hidup atau sudah meninggal."

"Kami ingin kepastian, itu saja." Edi menekankan kalimatnya. "Kalau sudah ada (jenazahnya), bisa kami bawa pulang ke kampung."

Minimal, sambungnya, ditemukan jasadnya. "Apapun kondisinya, kami sudah ikhlas, kami sudah menerima."

"Yang penting istri saya bisa ditemukan," ujar Edi.

Pengalaman mengevakuasi jenazah Air Asia Q2 8501

Didi kemudian memberikan contoh ketika tim SAR menemukan bangkai pesawat Air Asia Q2 8501 di perairan Selat Karimata, Pangkalan Bun, Kalteng, pada awal Maret 2015.

"Dalam pengalaman (jatuhnya pesawat) Air Asia, pasti jenazah akan kita angkat ke atas. Kita ada pengalaman itu," tegasnya. Saat itu, Basarnas berhasil mengangkat bangkai pesawat Air Asia yang jatuh pada 28 Desember 2014.

Ada kemiripan kedalaman perairan di lokasi jatuhnya pesawat Air Asia dan Lion Air yaitu sekitar 30-40 meter. Namun menurutnya proses pencarian pesawat Lion Air didukung "cuaca yang bagus", "sumber daya yang memadai" dan "lokasi relatif dekat" dengan daratan.

Sejumlah laporan menyebutkan para penyelam yang tergabung dalam tim SAR menghadapi persoalan lumpur yang pekat. "Ini merupakan faktor tersendiri," kata Didi.

Mengapa jenazah penumpang Adam Air DHI 574 tidak dievakuasi?

Sambil menunggu proses pencarian bangkai pesawat Lion Air, Didi mengingatkan bahwa bisa saja evakuasi jenazah korban dihentikan seperti yang terjadi saat tim SAR menangani jatuhnya pesawat Adam Air pada 1 Januari 2007.

Pesawat Adam Air DHI 574, yang membawa 102 orang, jatuh di perairan Majene, Sulawesi Barat, yang kedalamannya mencapai 2000 meter.

Tim SAR membutuhkan waktu sekitar delapan bulan untuk menemukan Black Box (kotak Hitam) pesawat tersebut, tetapi akhirnya memutuskan tidak mengevakuasi bangkat pesawat dan jenazah korban.

"Setelah lihat dari posisi target (bangkai pesawat Adam Air), dengan kedalaman dan resiko ditimbulkan, jangan sampai operasi ini menambah jumlah korban (di pihak tim SAR)," kata Didi.

Artinya, jenazah korban akhirnya dibiarkan terkubur di dalam palung perairan Majene, Sulawesi Barat.

Sebaliknya, apabila posisi dan lokasi bangkai pesawat memungkinkan untuk 'diangkat', tim SAR akan mengupayakan untuk mengangkat badan pesawatnya.

"(Pesawat) Air Asia 'kan diangkat badan pesawatnya dan (jenazah penumpangnya) dievakuasi," jelasnya.

'Tidak akan mempengaruhi pemeriksaan DNA'

Sementara, Kepala RS Polri di Jakarta, Kombes Polisi Musyafak mengatakan, kemungkinan besar jenazah yang berada di dalam bangkai pesawat sudah mengalami proses pembusukan.

"Tapi tidak akan mempengaruhi pemeriksaan DNA," kata Musyafak kepada wartawan di Jakarta, Rabu (31/10), seperti dilaporkan Quin Pasaribu untuk BBC News Indonesia.

Dia memperkirakan, proses pembusukan jenazah yang berada di dasar laut akan berjalan lebih lambat jika dibandingkan yang ada di daratan.

"Kalau di laut di situ ada mungkin asin, ada garam, barangkali lebih lama dibandingkan dengan di darat," ujarnya.


Tulis Komentar