Nasional

Warga Cabut Gugatan ke Anies Baswedan Terkait Pemberlakuan PPKM

Anies Baswedan.

GILANGNEWS.COM - Warga DKI Jakarta Ferry Poli dkk menggugat Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta terkait pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM). Belakangan, Ferry dkk mencabut gugatan itu.

Gugatan ini terdaftar dengan nomor perkara 237/G/2021/PTUN.JKT. "Mengabulkan permohonan pencabutan gugatan dari para penggugat. Memerintahkan kepada panitera Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta untuk mencoret perkara Nomor 237/G/2021/PTUN-JKT dari register perkara," demikian putusan majelis hakim sesuai website PTUN Jakarta, Jumat (5/11/2021),

Dalam gugatannya, Ferry dkk juga menggugat Mendagri dan Ketua Satgas Penanganan COVID-19. Entah karena apa, akhirnya Ferry dkk mencabut gugatan itu.

"Menghukum Para Penggugat untuk membayar biaya perkara yang timbul dalam sengketa ini sejumlah Rp 297 ribu," ujarnya.

Sebelumnya, Ferry dkk mengajukan tuntutan:

1. Mengabulkan gugatan para penggugat untuk seluruhnya;
2. Menyatakan Tergugat I, Tergugat II, dan Tergugat III telah melakukan perbuatan yang bertentangan terhadap Undang-Undang Dasar 1945, Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, dan Undang-Undang No. 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan;
3. Menyatakan Batal atau Tidak Sah:
-Keputusan Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 1182 Tahun 2021 tentang Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Level 3 (beserta perubahan atau perpanjangannya);
-Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 47 Tahun 2021 tentang Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat Level 4, Level 3, dan Level 2 Corona Virus Disease 2019 di Wilayah Jawa dan Bali (beserta perubahan atau perpanjangannya);
-Surat Edaran Satuan Tugas Penanganan COVID-19 Nomor 17 Tahun 2021 Tentang Ketentuan Perjalanan Orang Dalam Negeri pada Masa Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).
2.Menyatakan Tergugat I, Tergugat II, dan Tergugat III telah melakukan perbuatan yang bertentangan terhadap Undang-Undang Dasar 1945, Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, dan Undang-Undang No. 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan;
3. Menyatakan Batal atau Tidak Sah:
-Keputusan Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 1182 Tahun 2021 tentang Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Level 3 (beserta perubahan atau perpanjangannya);
-Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 47 Tahun 2021 tentang Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat Level 4, Level 3, dan Level 2 Corona Virus Disease 2019 di Wilayah Jawa dan Bali (beserta perubahan atau perpanjangannya);
-Surat Edaran Satuan Tugas Penanganan COVID-19 Nomor 17 Tahun 2021 Tentang Ketentuan Perjalanan Orang Dalam Negeri pada Masa Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).

Untuk diketahui, PPKM juga sedang digugat di PTUN Jakarta, yaitu dilakukan oleh pedagang angkringan di Jakarta Barat, Muhammad Aslam. Bedanya, Aslam menggugat Jokowi dan Menko Maritim dan Investasi (Marves) Luhut Binsar Panjaitan. Hal itu terkait penunjukan Luhut sebagai Koordinator PPKM oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Adapun di MA, sejumlah kebijakan pemerintah juga sedang digugat. Salah satunya soal pidana penjara bagi yang menolak divaksin. Judicial review itu dilayangkan warga Tangerang Selatan (Tangsel) Abdul Hamim Jauzie, yang menggugat Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 14 Tahun 2021. Selaku WNI, Abdul Hamim Jauzie keberatan dengan sanksi pidana bagi warga yang menolak divaksin. Termohon judicial review adalah Presiden Republik Indonesia.

Perpres yang diuji itu selengkapnya bernama Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 99 Tahun 2020 tentang Pengadaan Vaksin dan Pelaksanaan Vaksinasi dalam Rangka Penanggulangan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).

"Beberapa ketentuan yang diajukan untuk diuji adalah Pasal 13A Ayat (2), Pasal 13A Ayat (4), dan Pasal 13B yang mengatur tentang kewajiban vaksinasi bagi masyarakat serta sanksinya apabila dilanggar baik berupa sanksi administratif dan juga sanksi pidana," kata kuasa pemohon, Saka Murti Dwi Sutrisna.

Ketentuan tersebut dianggap oleh pemohon cacat secara formil dan materill karena bertentangan dengan prosedur pembentukan perundang-undangan sebagaimana ditentukan dalam UU No. 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Serta tidak sejalan dengan semangat jaminan Hak Asasi Manusia (HAM) di bidang pemenuhan kesehatan dalam UU No. 36/2009 tentang Kesehatan, UU No. 4/1984 tentang Wabah Penyakit Menular.

"Dan UU No. 11/2005 tentang Pengesahan Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya," ujar Saka.


Tulis Komentar