GILANGNEWS.COM - Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau kembali menghentikan penanganan perkara dugaan korupsi di Bumi Lancang Kuning. Kali ini, giliran penyelidikan dugaan rasuah bantuan keuangan Pemerintah Provinsi Riau ke RSUD Indrasari senilai Rp41 miliar. Meski, jaksa mengaku menemukan ada perbuatan melawan hukum dalam pelaksanaan kegiatan tersebut.
Penanganan perkara ini berawal dari laporan masyarakat dan ditindaklanjuti dengan diterbitkan Surat Perintah Penyelidikan (Sprinlid) Nomor : Print-01/L.4/Fd.I/2021 tentang pengusutan tindak pidana korupsi dalam pengelolaan dan penggunaan Bankeu Provinsi Riau 2016 sebesar Rp41 miliar ke Inhu Cq RSUD Indrasari. Surat itu, ditandatangani Mia Amiati pada 11 Januari 2021 lalu kala masih menjabat Kepala Kejati (Kajati) Riau.
Atas laporan itu, Korps Adhyaksa Riau melakukan proses penyelidikan dengan melakukan klarifikasi terhadap sejumlah pihak terkait. Langkah ini, diyakini untuk pengumpulan bahan keterangan serta alat bukti.
Seiring berjalannya waktu, Kejati Riau menghentikan penanganan perkara rasuah tersebut. Alasannya, tidak cukup bukti serta tidak ditemukan adanya kerugian keuangan negara.
Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Riau, Tri Joko dikonfirmasi tak menampiknya. Diakui dia, pihaknya telah menghentikan penyelidikan dugaan rasuah bantuan keuangan Pemerintah Provinsi Riau ke RSUD Indrasari senilai Rp41 miliar.
“Itu sudah dihentikan (penyelidikannya), karena kami sudah cari, dan gelar perkara tidak cukup bukti,” ungkap Tri Joko, Kamis (10/3).
Terhadap dana bankeu Rp41 miliar tersebut, sebagaian digunakan untuk pengadaan alat kesehatan (alkes) di RSUD Indrasari. Yang mana, alkes ini dinyatakan berfungsi sebagaimana peruntukannnya.
“Barang itu (alkes) masih berfungsi. tapi tidak ditemukan kerugian negara. Jadi kami hentikan,” sebut Tri Joko.
Dalam penanganan perkara ini, mantan Kajari Kudus, pihaknya ada menemukan perbuatan melawan hukum pada pelaksanaan kegiatan tersebut. Tapi dia menyebutkan, tidak ada kerugian keuangan negara.
“(Perbuatan) melawan hukumnya ada, tapi tidak ada kerugian negara. Kemarin itu ada informasi barang (alkes) seken, tapi bukan karena itu. Bukunya (katalog) yang bermasalah. Barangnya berfungsi. Kita sudah mencari dan medalaminya tidak ada kerugian negara,” dalih Aspidsus Kejati Riau.
Sebelumnya, penyidik Bidang Pidana Khusus (Pidsus) sudah menyambangi Kabupaten Inhu, beberapa waktu lalu. Hal itu, untuk melakukan pengecekan alkes serta memastikan apakah pengadaannya sudah sesuai prosedur dan ketentuan yang berlaku.
Pengecekan ini, dilakukan untuk mencari dan mengumpulkan alat bukti dalam pengusutan perkara rasuah tersebut. Sehingga, dicari peristiwa pidana serta perbuatan melawan hukumnya. Selanjutnya, jaksa menyusun laporan hasil pengecekan alat kesehatan pengadaan tahun 2016 di RSUD Indrasari. Laporan ini, nantinya bakal jadikan sebagai salah satu bukti dalam pengusutan korupsi senilai Rp41 miliar.
Pelaksanaan pengadaan kegiatan itu menggunakan sistem e-Catalog atau katalog elektronik. Sehingga, jaksa mengecek permasalahan kewajaran harga serta memastikan apakah e-Catalog dilakukan pure murni, tidak ada konspirasi sebelumnya. Tak hanya pengadaan alkes, dana bankeu dari Pemprov Riau juga diperuntukkan untuk pembangunan fisik RSUD Indrasari.
Sejuah ini, jaksa diketahui telah melakukan klarifikasi terhadap puluhan pihak. Di antaranya, Riswidiantoro. Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (PMD) Inhu itu diperiksa dalam kapasitasnya sebagai mantan Kepala Sub Bagian (Kasubbag) Program RSUD Indrasari.
Kemudian, Alimin selaku Kabag TU RSUD Indrasari, Samuel Sitompul selaku Kasubag Keuangan dan Ibrahim Nasution selaku Kabid Pelayanan. Lalu, Direktur Cabang PT Murti Inda Sentosa, Yosanto dan PT Mulia Husada Jaya, Uun D. Yang mana, perusahaan ini jadi rekanan dalam kegiatan bankeu tahun 2016.
RSUD Indrasari diketahui mendapat kucuran bankeudari Provinsi Riau tahun 2016 sebesar Rp41 miliar. Uang sebesar itu digunakan untuk perlengkapan alat kedokteran termasuk juga rehab ruangan CT Scan. Adapun jumlahnya mencapai Rp36 miliar. Sementara sisanya, Rp5 miliar dikucurkan untuk penerima bantuan iuran (PBI) atau peserta jaminan kesehatan bagi fakir miskin dan orang tidak mampu yang ditetapkan oleh pemerintah dan diatur melalui Peraturan Pemerintah.
Penghentian pengusutan perkara korupsi, bukan kali pertama dilakukan Kejati Riau. Sebelumnya, Korps Adhyaksa itu menghentikan perkara korupsi ditahap penyidikan dan sudah ada tersangkanya.
Perkara itu yakni, dugaan korupsi pengadaan media pembelajaran atau perangkat keras Informasi Teknologi dan Multimedia untuk jenjang SMA di Disdik Riau senilai Rp23 miliar.
Penghentian perkara rasuah tersebut diyakini dilakukan oleh Kajati Riau, Jaja Subagja dengan menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP-3). Menariknya, penghentian tersebut diumumkan menjelang peringatan Hari Bhakti Adhyaksa (HBA) ke-61.
Padahal, Korps Adhykasa Riau sudah menetapkan dua orang tersangka. Mereka yakni, Hafes Timtim selaku mantan Kabid SMA Disdik Riau dan merangkap Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). Lalu, Direktur PT Airmas Jaya Mesin (Ayoklik.com) Cabang Riau, Rahmad Dhanil.
Adapun dalih penghentian kasus dugaan korupsi itu, tersangka telah mengembalikan keuangan negara Rp2,5 miliar. Besaran tersebut merupakan hasil audit yang dilakukan Inspektorat Provinsi Riau. Atas pengembalian ini, maka unsur kerugian keuangan negara sudah dipulihkan.
Kemudian, dugaan korupsi pengadaan Video Wall di Dinas Komunikasi Informasi Statistik dan Persandiaan Kota Pekanbaru senilai Rp4,4 milar. Yang mana, ditetapkan tersangka seorang oknum Pegawai Negeri Sipil (PNS) berisnial VH. Yang mana, pada pelaksanaan kegiatan di tahun 2017 lalu sebagai Pejabat Pelaksana Teknis Kegitan (PPTK). Lalu, Direktur CV Solusi Arya Prima (SAP) berinisial AM selaku penyedia barang.
Adapun pertimbangan penghentian penyidikan itu, kerugian negara yang ditimbulkan atas perkara tersebut sudah dikembalikan ke kas negara. Kemudian, perangkat video wall yang terpasang di Command Center Pekanbaru tetap difungsikan. Dengan begitu, negara sudah diuntungkan mengingat perangkat video wall sekitar Rp4,4 miliar tetap terpasang serta tersangka dibebankan pengembalikan kerugian negara sekitar Rp3,9 miliar.
Tulis Komentar