Hukrim

Catatan Kasus Teror Air Keras Novel Baswedan

Aksi teatrikal teror penyiraman air keras kepada Novel Baswedan di pelataran gedung KPK, Jakarta, 20 Juni 2017.

GILANGNEWS.COM - Penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Novel Baswedan tak menyangka indera penglihatan sebelah kirinya mengalami kerusakan parah akibat air keras.

Selasa, 11 April 2017, Novel baru saja menunaikan salat Subuh berjemaah di masjid dekat kediamannya di kawasan Kelapa Gading, Jakarta Utara. Dalam perjalanan pulang ke rumah, dua orang berboncengan di sepeda motor tiba-tiba menyiramkan air keras ke wajahnya.

Setelah menjalani perawatan cepat, wajah Novel tak mengalami kerusakan berat. Namun, bagian mata kiri pria yang telah bekerja sebagai penyidik KPK sejak 2007 silam itu mengalami kerusakan parah.

Sebelum akhirnya menjalani perawatan di Singapura, Novel sempat mendapatkan penanganan medis di dua rumah sakit di Jakarta, yakni di Rumah Sakit Mitra Keluarga, Kelapa Gading dan Rumah Sakit Jakarta Eye Center (JEC), Menteng.

Sejumlah tokoh pun sempat menjenguk Novel saat menjalani perawatan di dua rumah sakit di Jakarta itu untuk memberikan dukungan moral. Presiden RI Joko Widodo pun mengeluarkan pernyataan keras dengan menyatakan penyerangan Novel brutal itu masuk kategori tindak kriminal. Jokowi lalu menginstruksikan Polri memburu pelaku teror terhadap Novel.

Namun, meski Jokowi telah mengeluarkan perintah, penanganan kasus Novel tak mengalami perkembangan berarti. Novel berulangkali menyampaikan kekecewaanya.

Jokowi pun mengklaim terus meminta Polri menuntaskan kasus ini. "Kami kejar terus Polri. Kalau Polri sudah begini (angkat tangan), baru kami mulai step yang lain," ujar Jokowi di Istana Negara, Selasa (20/2).

Soal ini, dari pihak Polri, baik Kabareskrim Komisaris Jenderal Ari Dono Sukmanto maupun Kadiv Humas Mabes Polri Inspektur Jendral Setyo Wasisto mengatakan pihaknya akan berusaha semaksimal mungkin untuk mengusut kasus itu.

"Teman-teman penyidik masih bekerja. Artinya kami masih berusaha semaksimal mungkin lah ya," ujar Setyo di Mabes Polri, Jakarta, Selasa (20/2).

"Ya terus lah. Kita terus melakukan penyelidikan. Bukan berarti belum tertangkap, terus diam," kata Ari saat ditemui di kantor pusat Majelis Ulama Indonesia, Jakarta, Rabu (21/2).

Penyidik Polda Metro Jaya sendiri sempat memeriksa bahkan menahan sejumlah nama yang diduga pelaku teror penyiraman air keras terhadap Novel. Beberapa di antaranya yang diperiksa adalah Mukhlis Ohorella dan Muhammad Hasan Hunusalela, sosok yang terlihat dalam rekaman kamera pengawas (CCTV) dan sempat difoto tetangga Novel saat berada di sekitar lokasi beberapa hari sebelum kejadian pada 22 April 2017. Namun, akhirnya polisi melepaskan mereka setelah diperiksa.

Kemudian nama lain yang juga sempat diperiksa Polda Metro Jaya adalah Ahmad Lestaluhu pada 9 Mei 2017 dan Miko pada 18 Mei 2017. Mereka pun akhirnya dilepaskan lantaran tidak terbukti.

Tito pun sempat dipanggil menghadap Jokowi Istana untuk menjelaskan perkembangan penyidikan kasus teror penyiraman air keras terhadap Novel pada 31 Juli 2017.

Saat itu, jenderal bintang empat tersebut menunjukkan sketsa wajah terduga pelaku dengan ciri-ciri tinggi badan sekitar 170cm, warna kulit agak hitam, memiliki rambut keriting, dan bentuk badan cukup ramping.

Menghadapi kebuntuan, Polri mengajak KPK melakukan penyelidikan bersama kasus penyerangan Novel pada 19 Juni 2017. Kedua lembaga sepakat bertemu setiap dua pekan sekali untuk koordinasi perkembangan langkah dan informasi.

Akhirnya, kerja sama dua lembaga penegak hukum itu sampai pada langkah pemeriksaan Novel di Singapura. Sejumlah perwakilan dari masing-masing lembaga bertolak ke negeri jiran itu pada 14 Agustus 2017.

Namun, Novel malah mengungkapkan kekecewaannya. Hal itu dikonfirmasi salah satu anggota Tim Advokasi Novel Baswedan, Yati Andriyani, yang ikut mendampingi pemeriksaan Novel di Singapura. Novel mengaku kecewa karena identitas sejumlah saksi kunci dipublikasi polisi maupun kesimpulan yang terburu-buru diumumkan.

"Hal ini terkait orang yang memata-matai saya di depan rumahnya, yang polisi sebut sebagai mata elang. Padahal banyak orang menceritakan tidak demikian dan di antara orang tersebut ada yang berupaya masuk ke rumah saya dengan berpura-pura ingin membeli gamis laki-laki," kata Novel dalam keterangan tertulis yang diterima CNNIndonesia.com.

Kekecewaan lain yang disampaikan Novel yaitu polisi tidak bisa menemukan sidik jari pada cangkir yang digunakan untuk menyiram wajahnya dengan air keras. Padahal menurut Novel, sidik jari itu menjadi bukti penting untuk mengungkap kasus.

Selain itu, Novel juga menilai penyidik menjaga jarak dengan keluarganya. Polisi tidak memberikan surat pemberitahuan perkembangan hasil penyidikan (SP2HP) ke pihak keluarga.


Tulis Komentar