Kepala BKN Bima Haria Wibisana mengatakan Indonesia saat ini membutuhkan lebih banyak pekerja teknis di lapangan. PPPK, kata dia, lebih dibutuhkan didaerah ketimbang Pegawai Negeri Sipil atau PNS.
"Sebenarnya semua tergantung pada Pemda, butuhnya PPPK atau PNS, kalau butuhnya PPPK justru lebih baik," kata Bima di Jakarta (20/2).
"Opsi itulah yang sebenarnya BKN inginkan, PNSnya sedikit saja, PPPKnya yang banyak," tambahnya.
Bima mencontohkan perbandingan pekerja teknis dan PNS di Amerika. Menurutnya letak perbedaan hanya pada jenis pekerjaan, tidak mempengaruhi hak-hak pekerja.
"Kalau kita lihat Amerika, perbandingan PNS dan PPPKnya itu 30:70, mereka dapat hak seperti PNS," ucapnya.
Ia meyakini konsep seperti di Amerika jauh lebih baik karena lebih banyak pekerja yang melayani publik.
"Kalau di Indonesia mau seperti itu justru lebih baik, untuk urusan teknis lebih banyak SDM sehingga pelayanan publik, jadi lebih cepat," tuturnya.
BKN sejauh ini belum membuka pendaftaran untuk PPPK karena masih menunggu payung Peraturan Presiden (Perpres) diteken Joko Widodo.
Sebelumnya pada 2019 BKN membuka pendaftaran PPPK tahap I, namun Perpres PPPK tahun 2019 belum ditandatangani presiden. Tanpa perpres, maka tidak akan ada pembukaan pendaftaran.
Pemerintah sendiri sebelumnya bertekad menghapus tenaga honorer di lingkungan pemerintahan. Misi itu akan dilakukan hingga 2023. Nantinya, tenaga honorer akan diganti dengan PPPK.
Hingga saat ini, tenaga PPPK masih menggunakan Peraturan Menteri Keuangan (Permenkeu) No.8/PMK/07/2020 tentang tambahan gaji PPPK.
Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara-Reformasi Birokrasi pernah menyatakan bahwa tenaga honorer yang diprioritaskan ikut tes CPNS dan PPPK adalah mereka yang bekerja sebagai guru, dosen dan tenaga kesehatan.
Tiga profesi itu diprioritaskan lantaran tenaga honorer saat ini didominasi pegawai administrasi. Setidaknya, ASN di seluruh Indonesia saat ini mencapai 4,28 juta orang. Sebanyak 39,1% atau sekitar 1,6 juta di antaranya adalah tenaga administrasi.
Tulis Komentar