Riau

63 Kepsek di Inhu Mendadak Mengundurkan Diri, Kajati Riau Sebut Ada Pengalihan Isu

Kepala Kejati Riau, Mia Amiati (tengah).

GILANGNEWS.COM - Sebanyak 63 orang kepala sekolah (Kepsek) SMP di Kabupaten Indragiri Hulu (Inhu) mundur karena tertekan dipanggil kejaksaan terkait pengelolaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Para Kepsek juga mengaku diperas oleh oknum kejaksaan setempat.

Kepala Kejati Riau, Mia Amiati, menduga pemberitaan terkait hal itu sebagai upaya pengalihan isu atas kasus yang ditangani oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Inhu. Saat ini, Kejari Inhu sedang menangani dugaan korupsi di Bagian Protokol Setdakab Inhu tahun anggaran 2016-2019.

"Menurut kaca mata kami ada pengalihan isu dari pemberitaan itu. Saat ini, Kejari Inhu sedang melakukan pemeriksaan terhadap Kepala Bagian Protokol Setda Inhu," ujar Mia didampingi Asisten Pidsus, Hilman Azazi, Asintel, Raharjo Budi Kisnanto dan Kasi Penkum, Muspidauan, Senin (20/7/2020) petang.

Mia mengatakan, Kajari Inhu memang ada menerima laporan terkait dugaan penyimpangan dana BOS di Kabupaten Inhu. Atas laporan itu, pihak Kejari Inhu kemudian menerbitkan surat perintah tugas mengundang beberapa kepala sekolah.

Namun tidak ada satupun kepala sekolah yang memenuhi undangan tim dari Kejari Inhu. Pasalnya, Inspektorat menyatakan kepada tim Kejari Inhu akan menangani sendiri masalah itu.

Tiba-tiba muncul pemberitaan yang menyebutkan ada puluhan kepala sekolah mengundurkan diri, disusul kabar ada pemerasan yang dilakukan oleh oknum kejaksaan. "Sedihnya, kenapa kepala sekolah diperalat jadi pengalihan isu sehingga Kabag Protokol ini dihilangkan pemberitaannya," kata Mia.

Dari klarifikasi yang dilakukannya terhadap tim Kejari Inhu, ungkap Mia, diketahui ada sejumlah pihak dari Pemkab yang mencoba merayu dan mendekati agar perkara yang tengah diusut dihentikan. Akan tetapi penyidik tidak bergeming dan tetap melanjutkan proses penyidikan.

"Ada beberapa pihak yang mencoba mendekati, mereka bargaining. Artinya, menawarkan sesuatu, dan ada yang menawarkan proyek untuk menghentikan perkara ini karena tim tidak tergoda, maka tiba-tiba muncul lah berita seperti ini. Saya yakin dengan anggota saya," sebut Mia.

Terkait adanya pemerasan yang terjadi sejak 2016, Mia menantang pihak-pihak yang menyebutkan untuk membuktikannya. "Kami menunggu datanya. Ada nggak, sehingga dia bisa berkata seperti itu. Jangan katanya, katanya, kesaksian itu adalah faktual, melihat, dan menyaksikan sendiri. 2016 itu kan orangnya sudah berubah. Mengapa tidak dari dulu dibuka? sebut Mia.

Penyimpangan di Bagian Protokol

Sementara itu, Mia membeberkan terkait penyalahgunaan anggaran di Bagian Protokol Setdakab Inhu. Pengumpulan data dan keterangan sedang dilakukan dengan memanggil sejumlah pihak-pihak terkait.

Dijelaskannya, pada 2016-2019, Bagian Protokol mendapatkan dana dari APBD Inhu. Dana tersebut digunakan untuk keperluan perjalanan dinas dan kegiatan lain di Bagian Protokol Setdakab Inhu.

"Dalam pelaksanaannya, tim melihat adanya pemotongan 20 persen yang diserahkan kepada pelaksana kegiatan. Pencairan dari bendahara, pengelolaan selalu dipotong sejak 2016-2019 sebesar 20 persen," tutur Mia.

Nantinya uang dari pemotongan digunakan untuk kepentingan pimpinan, seperti THR, uang duka dan lainnya. Juga ditemukan adanya pemesanan tiket pesawat yang dikoordinir PPTK setelah ada pemotongan.

Menurut pengakuan Kabag Protokol berinisial S, pemotongan itu dilakukan sesuai arahan pimpinannya. "Sesuai arahan pimpinan dari Kabag Protokol tersebut. Perbuatan sudah terorganisir," tegas Mia.

Selain itu, dalam setiap tahun tidak diketahui berapa jumlah anggaran yang dipotong. Kabag Protokol melakukan pemotongan tanpa mekanisme yang benar. "Dilakukan untuk kepentingan pimpinannya," tegas Mia.

Kemudian, Bendahara Pembantu tidak melakukan usulan dari pelaksana kegiatan. Ada kemungkinan bukti-bukti yang dikeluarkan tapi tidak asli alias aspal.

Dalam waktu dekat, kata Mia, tim penyidik akan menetapkan tersangka dalam kasus itu. Dari sana akan didalami, ke mana saja dana mengalir. Kerja sama dari Kabag Protokol berinisial S juga diharapkan untuk menuntaskan kasus ini.

"Muara ke mana, akan terbuka kalau S mengakui ke mana saja uang pemotongan tersebut. Sejauh ini, selama diperiksa, dia hanya katakan untuk kepentingan pimpinan," ucap Mia.

Akibat pemotongan itu, negara dirugikan sebesar Rp450 juta. Penghitungan kerugian negara itu dilakukan sendiri oleh penyidik Kejari Inhu karena penyimpangan terbaca dari anggaran yang tersedia dan dipotong.

"Kejari Inhu ini adalah Kejari terbaik 2019 yang bisa naikan perkara penyidikan selama 7 perkara. Tiba-tiba ada seperti ini (tuduhan pemerasan) saya kaget, mudah-mudahan ini tidak benar," ujar Mia.

Meski begitu, Kejati tetap melakukan klarifikasi dan pendalaman. Jika nanti ada oknum jaksa yang terbukti terlibat akan ditindak tegas sesuai peraturan berlaku.

Sementara itu, Asintel Kejati Riau, Raharjo Budi Kisnanto menyebutkan proses klarifikasi oleh Bidang Pengawasan telah berlangsung sejak Kamis (16/7). Pemanggilan dilakukan terhadap 5 orang tim dari Kejari Inhu, kepala sekolah, bendahara BOS, Disdik dan Inspektorat.

"Keterangan Kejari Inhu menyatakan tidak pernah melakukan pemerasan. Namun dengan adanya tuduhan tadi, maka akan kami dalami dulu," pungkas Raharjo.


Tulis Komentar