GILANGNEWS.COM - Guru Besar Ilmu Politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah (UIN Jakarta) Prof Saiful Mujani menilai pandemi Corona tak bisa menjadi alasan melakukan amandemen UUD 1945. Dia menyebut tak ada negara di dunia yang mengubah konstitusi gara-gara pandemi.
Saiful Mujani awalnya bicara soal aspirasi menambah masa jabatan presiden dari 5 tahun menjadi 8 tahun atau dari 2 periode menjadi 3 periode. Dia menilai gagasan itu boleh saja disampaikan karena Indonesia merupakan negara yang menganut demokrasi.
"Persoalannya bukan boleh atau tidak boleh, tapi alasannya apa? Karena kalau soal boleh dan tidak boleh, itu akan kembali ke masalah konstitusi," kata Saiful Mujani dalam kanal YouTube SMRC TV seperti yang kita lihat, Kamis (10/3/2022).
Dia mengingatkan konstitusi membatasi kekuasaan eksekutif dua periode dengan masing-masing periode selama 5 tahun. Dia mengatakan perubahan konsitusi tak bisa dilakukan setiap saat sesuai kepentingan penguasa.
"Walaupun konstitusi memberi wadah, pertanyaannya, adalah apakah setiap saat kita boleh melakukan amandemen? Tidak bisa begitu," tutur Pendiri SMRC itu.
Saiful Mujani menyatakan amandemen harus dilakukan dengan alasan yang kuat. Dalam sejarah, amandemen UUD 1945 di Indonesia baru dilakukan setelah reformasi dengan alasan kuat, yaitu krisis ekonomi dan politik hingga terjadi kerusuhan dan Presiden Soeharto mengundurkan diri.
"Bahkan memberlakukan kembali UUD 1945, itu dilakukan dengan dekrit dan itu bersamaan dengan matinya demokrasi Indonesia pada tahun 1959. Zaman Soeharto, kita tidak melakukan amandemen. Baru pada masa reformasi inilah kita melakukan amandemen karena alasan obyektif yang nyata tersebut," ucap Saiful Mujani.
Saiful Mujani menilai pandemi Corona dan kondisi ekonomi sekarang tidak cukup kuat untuk dijadikan alasan genting. Apalagi, katanya, pandemi dialami negara lain dan tak ada yang mengubah konstitusi.
"Sekarang ada pandemi, tapi pandemi ini bukan hanya di Indonesia, ini adalah gejala global dan sekarang sudah relatif membaik. Ekonomi juga rusak, tapi itu juga gejala global. Dan negara-negara lain di dunia tidak mengubah konstitusinya dengan alasan-alasan itu," kata Saiful.
Saiful Mujani menjelaskan amandemen UUD 1945 bisa dilakukan asal syarat-syarat kegentingannya dipenuhi. Misalnya dalam kondisi perang seperti Ukraina dan Rusia. Namun hal itu tidak terjadi di Indonesia.
"Memang kadang ada kondisi instabilitas, tapi itu terjadi di tingkat lokal, bukan fenomena nasional," ucapnya.
Saiful Mujani menyebut syarat apakah boleh amandemen atau tidak tergantung pada bacaan sosiologis dan politik terharap krisis yang terjadi. Dia menjelaskan dalam beberapa hal, amandemen konstitusi itu seperti Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu).
mendefinisikan situasi genting atau tidak genting. Misalnya seperti kasus pemilihan kepala daerah yang dibuat oleh DPR pada masa pemerintah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Dia menyebut SBY saat itu menilai pemilihan kepala daerah oleh DPRD merusak fundamen demokrasi Indonesia. Dia menyebut SBY kemudian mengeluarkan Perppu untuk membatalkannya dan DPR menerima hingga Perppu itu menjadi undang-undang.
"Amandemen bisa dilakukan dengan terlebih dahulu mendefinisikan sendiri tingkat kegentingan itu," tuturnya.
Tulis Komentar