Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mencuit soal pelaksanaan pilpres 2019 lewat akun Twitter @SBYudhoyono pada Selasa (17/4). Dalam unggahan itu, SBY berharap kompetisi politik berlangsung adil dan tidak memberlakukan hukum rimba.
Ia juga berpesan para penegak hukum, mulai dari kepolisian, kejaksaan dan KPK tidak diperalat demi kepentingan politik.
Pengamat politik dari Universitas Padjadjaran (Unpad) Firman Manan berpendapat cuitan SBY itu menjadi peringatan terhadap penyelenggaraan pilpres 2019.
"Beliau kemudian berusaha mengingatkan," kata Firman saat di wawancarai, Kamis (19/4).
Ia menilai cuitan SBY sebagai peringatan agar proses penegakan hukum tidak terseret persaingan politik. Bahkan, jangan sampai penegak hukum justru digunakan sebagai alat politik kepentingan pihak tertentu.
"Saya pikir presiden SBY sedang berbicara dalam konteks itu," ujarnya.
Di sisi lain, Direktur Populi Center Usep Ahyar menilai cuitan SBY tersebut bisa saja bermuatan politik dan hendak disampaikan kepada kelompok politik tertentu.
"Itu pasti ada muatan politik, ditujukan ke siapa ada petunjuk juga," ujar Usep.
Selang sehari usai cuitan itu, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto bertemu dengan SBY di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan.
Firman menduga ada kemungkinan pertemuan itu dipicu oleh tulisan SBY. Sebab ditilik dari jabatannya, Firman menganggap Wiranto ditugaskan pemerintah menjaga stabilitas politik dan keamanan nasional menjelang gelaran pemilihan umum dan presiden.
"Sebagai menteri yang mengkoordinasikan bidang politik, hukum, dan keamanan punya kepentingan untuk mengklarifikasi apa yang dimaksud oleh Presiden SBY," ujar Firman.
Di samping itu, motif pertemuan Wiranto juga kental dengan aroma politis. Sebab Wiranto juga menjabat sebagai Ketua Dewan Pembina Partai Hanura, dan berkoalisi dengan pemerintah.
Ia menilai lawatan itu juga dilihat sebagai pertanda koalisi partai pendukung Presiden Joko Widodo berusaha mengajak Demokrat bergabung.
Firman menuturkan Wiranto bisa saja menguatkan ruang komunikasi politik yang selama ini telah dibuka oleh koalisi pemerintah dengan Demokrat. Apalagi, sampai saat ini partai besutan SBY itu masih belum menentukan arah koalisinya, antara bergabung dengan pemerintah atau koalisi Gerindra dan PKS.
Bahkan, Partai Demokrat juga mewacanakan poros ketiga pada pilpres 2019. Sampai saat ini setidaknya masih ada tiga partai yang belum bergabung dalam koalisi, yakni Demokrat, PAN, dan PKB.
"Membuka ruang komunikasi politik, membicarakan seperti (kemungkinan bergabung dengan koalisi) itu sesuatu sangat wajar," ucap Firman.
Lebih lanjut, Firman mengatakan Wiranto bisa saja dijadikan utusan Presiden Jokowi atau koalisi pemerintah buat merangkul Demokrat.
"Karena toh apa yang kemudian dibicarakan antara Wiranto dengan SBY akan dilaporkan kepada Presiden Jokowi," kata Firman.
Di sisi lain, Usep pun meyakini pertemuan antara Wiranto dan SBY tak hanya sekadar membahas masalah bangsa dan kondisi politik nasional saja.
Pasalnya, dilihat dari konteks kedua tokoh yang berlatar belakang seorang elite partai politik, tentu ada pembicaraan yang berkaitan dengan koalisi di pilpres 2019.
"Tidak bisa lepas (dari pembahasan koalisi), petinggi partai, petinggi pemerintah, pejabat tertentu ketemu di tahun politik, mungkin tidak hanya sekedar 'ngopi' biasa," ujar Usep.
Tulis Komentar