Informasi soal keluarga tak mampu ini sebelumnya sudah tersebar di media sosial. Kamis (7/9/2017) pagi, Tribunekanbaru.com bersama mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Indragiri, Jefri menyempatkan untuk mengunjungi rumah Suryanto yang dahulunya merupakan bekas kandang sapi itu.
Berjarak sekitar lima kilometer dari pusat Kecamatan Rengat, melewati perkampungan warga di Desa Kampung Pulau, menelusuri jalan beton yang hanya bisa dilewati sepeda motor kami tiba di rumah Suryanto.
Pertama kali sampai, tampak jelas bangunan yang terbuat dari kayu tua berukuran empat kali lima meter beratap rumbia yang merupakan tempat tinggal Suryanto bersama keluarganya.
Di sekelilingnya tumbuh pohon kelapa sawit berumur kisaran delapan hingga sepuluh tahun.
Tentu itu bukan milik mereka, karena mereka hanya menumpang di atas tanah dan bekas kandang sapi itu.
Saat mengetahui mendapatkan tamu, Suryanto beserta istrinya langsung menyalami kami.
Tangannya lengket dan menghitam karena getah, katanya baru mengupas pinang.
Menjadi pengupas pinang merupakan pekerjaan sehari-hari Suryanto, kadang ia juga membersihkan kebun orang dan mencari kayu bakar.
Pekerjaan itu ia lakukan agar bisa membeli beras dan kebutuhan keluarganya.
"Di sini kami hanya menumpang pak, upah mengupas pinang dari Paman saya," katanya.
Lebih kurang sudah setahun Suryanto tinggal di rumah tersebut.
Suryanto tidak berpendidikan serta memiliki keterbatasan untuk membaca, menulis dan berhitung.
Bahkan dirinya juga tidak bisa membedakan nilai uang terlebih dengan keluaran terbaru saat ini. Suryanto sempat bersekolah tapi hanya sampai kelas satu SD.
Keterbatasannya, membuat Suryanto mencari pekerjaan dengan mengandalkan tenaganya.
Kerja serabutan, hasilnya pas-pasan yang penting keluarga bisa makan. Begitulah sehari-hari yang dilakukan Suryanto. Untuk membeli sepeda bekas saja ia tak mampu Pak.
"Kata kawan saya kemarin ada yang mau jual sepeda Rp 150 ribu tapi saya tak punya uang," katanya.
Kata Suryanto sepeda itu rencananya akan digunakan sebagai alat transportasi sehari-hari untuk mencari ladang orang yang hendak dibersihkan atau sekedar menjual kayu bakar ke pasar.
Karena terkadang Suryanto harus berjalan berkilo-kilo meter untuk mencari ladang orang yang harus ditebas.
Suryanto berkata, dahulu dirinya adalah pedagang kopra di Inhil. Namun kembali Inhu selama empat tahun belakangan atas permintaan orangtuanya.
Sebelum tinggal di kandang sapi, Suryanto pernah tinggal di pondok kebun milik orang lain yang kondisinya lebih parah.
"Kalau hujan, kami harus berteduh di sudut-sudut supaya tak basah," menjelaskan kondisi pondok yang ditinggalinya tiga tahun lalu.
Kondisi tempat tinggalnya kini menurutnya masih lebih baik, tidak ada bocor meski rumah itu sempit dan kotor.
"Paling nyamuk saja yang sering mengganggu, tapi biasanya kami hidupkan api supaya nyamuknya hilang," katanya.
Begitulah tempat tinggal Suryanto yang memprihantinkan. Himpitan ekonomi, juga membuat Suryant kehilangan seorang anaknya karena sakit.
Meski begitu, dirinya masih bersyukur karena terkadang ada masyarakat yang peduli sekedar menyumbangkan beras pada keluarganya.
Tulis Komentar