Nasional

Giliran Eks Direktur WHO Asia Tenggara Bersaksi soal Murahnya Tes PCR di India

Ilustrasi.

GILANGNEWS.COM - Isu murahnya biaya tes PCR di India jadi perhatian di Tanah Air. Setelah mahasiswa Indonesia di India, kini giliran eks Direktur WHO Asia Tenggara, Prof Tjandra Yoga, menuturkan pengalamannya soal murahnya tes PCR di India.

"Tentang perbandingan harga tes PCR dengan India, sebenarnya bukan hal yang baru. Pada September 2020, ketika saya akan pulang ke Jakarta dari New Delhi, maka saya melakukan tes PCR sebelum terbang. Petugasnya datang ke rumah saya dan biayanya 2400 rupee atau Rp 480 ribu. Waktu itu tarif tes PCR di negara kita masih sekitar lebih dari Rp 1 juta," tutur Prof Tjandra mengawali ceritanya kepada wartawan, Sabtu (14/8/2021).

Tjandra melanjutkan, pada November 2020, Pemerintah Kota New Delhi menetapkan harga baru yang jauh lebih rendah lagi, hanya 1.200 rupee atau Rp 240 ribu, turun separuhnya dari yang dia bayar pada September 2020. Pada November 2020 ini, masih kata dia, tarif PCR adalah 800 rupee saja (Rp 160 ribu) untuk pemeriksaan di laboratorium dan RS swasta.

"Pada awal Agustus 2021 ini Pemerintah Kota New Delhi menurunkan lagi patokan tarifnya, menjadi 500 rupee atau Rp 100 ribu saja. Kalau pemeriksaannya dilakukan di rumah klien, tarifnya 700 rupee atau Rp 140 ribu. Sementara itu, tarif pemeriksaan rapid antigen adalah 300 rupee atau Rp 60 ribu," tuturnya menceritakan keputusan baru Pemerintah Kota New Delhi.

Pemerintah Kota New Delhi juga meminta laboratorium swasta di kota itu menyelesaikan pemeriksaan dan memberi tahu hasilnya ke klien dalam satu kali 24 jam, termasuk juga melaporkannnya ke portal pemerintah yang dikelola oleh Indian Council of Medical Research (ICMR). Kecepatan menyelesaikan pemeriksaan ini jadi penting untuk kompilasi data nasional dan mencegah keterlambatan pelaporan.

Kembali soal murahnya tes PCR di India, Tjandra mengatakan perlu sejumlah analisis sebagai perbandingan dengan Indonesia. Dia mendapat informasi soal adanya subsidi pemerintah lokal hingga soal murahnya bahan baku industri.

"Teman dari India mengatakan mungkin ada subsidi dari pemerintah setempat, sesuatu yang tampaknya barangkali saja terjadi sebagai bagian penanggulangan pandemi. Kalau harga tes lebih murah, jumlah tes di negara kita juga dapat lebih banyak sehingga lebih mudah mengendalikan penularan di masyarakat. Juga mungkin karena ada fasilitas keringanan pajak, yang saya tidak punya informasi yang pasti tentang hal itu. Banyak juga dibicarakan tentang lebih murahnya bahan baku untuk industri. Juga mungkin ketersediaan tenaga kerja yang besar jumlahnya," ujarnya.

"Semua kemungkinan ini perlu dianalisis lebih lanjut. Tetapi yang jelas, selain tarif PCR, harga obat-obatan di India juga amat murah bila dibandingkan dengan di Indonesia. Pada waktu 5 tahun bertugas di WHO Asia Tenggara yang berkantor di New Delhi, India, setiap kali pulang ke Jakarta saya selalu membawa titipan obat-obat dari teman-teman di Indonesia untuk konsumsi sehari-hari mereka," pungkas Tjandra.


Tulis Komentar